Jumat, 21 Juni 2013

Penyesalanku



Sidik, nama yang indah bukan? Ya, sama seperti hatinya. Aku sangat menyukai Sidik seperti aku menyukai CD Westlife yang kuputar berulang-ulang di mobilku saat perjalanan berangkat atau pulang sekolah, tapi ku taruh di bawah Runk, maksudku, kusembunyikan ketika sampai di sekolah atau saat aku pergi bersama teman-temanku untuk diganti dengan CD Ja-Rule, Ludacris dan banyak penyanyi Hip - Hop lainnya.
Sidik adalah cowo yang dianggap Freak karena sifatnya yang pendiam, penyendiri, kutu buku dan ketua Komunitas Perpustakaan sekolah. Berlainan sekali denganku yang seorang Ketua cheerleader sekolah, ramah, supel, banyak dikagumi orang dan dipuja seluruh cowo disekolah, mungkin terkecuali Sidik.
Aku bertemu dengannya ketika aku mencari buku biografi salah satu penyair terkemuka di Indonesia. Aku kebingungan setengah mati mencari buku tersebut sampai Sidik datang dan…
“ Selamat siang, kamu yakin kamu gak salah masuk ruangan? Ruang latihan Cheerleader ada di depan sana, ini  PER-PUS-TA-KA-AN!!” sapa Sidik yang lugas dan menurutku sangat kurang ajar.
“ Ya?! Saya tidak salah masuk ruangan kok! Saya memang mencari buku..” jawabku sengit, sembari menatap matanya yang tajam, aku bisa merasakan sesuatu dibalik tatapannya itu.
“ Coba sini kulihat judul bukunya..” tawar Sidik tampak menyesali perkataannya yang pedas sebelumnya. Setelah aku berikan judul buku yang kucari, ia langsung tahu dimana letak persisnya buku tersebut dan menunjukkannya padaku.
“ Yakin kamu bisa mengambil buku? Buku-kan kotak? Atau kamu sudah latihan untuk melepaskan Pom-pom?” kata Sidik dingin. Aku membalasnya hanya dengan senyuman pahit mengharapkan dia pergi jauh dan tak usah menggangguku lagi. Iapun pergi setelah menyindirku dan akupun bergegas pergi meninggalkan ruangan super aneh yang pantas dijauhi oleh siapapun.

“ Huh!! Sombong amat si tuh anak?” omelku sembari menyetir mobil
“ Siapa sih Run? Kaya’nya BT banget lu ama dia?” tanya Sella
“ Itu tuh..ketua Komunitas Perpustakaan sekolah.. siapa sih namanya?” tanyaku lagi
“Ooo don’t you mean the lonny-moony Sidik?” jawab Ayu tak percaya
“ Apa? Sidik? Emang ada ya temen sekolah kita yang namanya Sidik?” tanyaku lagi
“ Ya..namanya Sidik Hassanudin, anak 3 IPA 3, kelas favorite tuh!!” tambah Chery
“ Emangnya lo diapain ama tuh anak sih Run?” tanya Sella
“ Ya, kalo ada apa-apa biar gua yang hajar aja!” timpal Margareth
“ He-eh nggak kok! Cuman nyebelin aja kalo di sapa..” jawabku
“ Ngapain lo nyapa dia seeh?? Ihhh najis tujuh puluh tujuh turunan deh?!!” Ayu kaget tak karuan
“ Ya.. gua ketemu dia waktu gua lagi nyari buku biografinya Chairil Anwar” jawabku pelan mencoba membuat suasana tenang kembali
“ Ya.. ati-ati aja Run, kalo tiba-tiba dia melet lo gimana? Kan sayang tuh si Alex.. mendingan bwat gua aja” sela Chery santai
“ Yeee maunya” seruku, Ayu, Margareth dan Sella berbarengan
Setelah mengantarkan mereka bertiga pulang ke rumah masing-masing, aku mulai mengganti hingar-bingarnya music Hip-hop dengan music pop kesukaanku yang dibawakan dengan apik oleh grup musik kesukaanku Westlife. Dalam perjalanan, entah mengapa yang biasanya aku selalu bersenandung menyanyikan lagu mereka (westlife) tapi sekarang malah asyik memikirkan Sidik, cowo yang sangat menyebalkan tapi memiliki karisma yang luar biasa dimataku.
“ Aku pulang” sapaku pada seluruh anggota keluarga yang sedang berkumpul di ruang keluarga
“ Malam Run, capek Nak? Oya tadi ada telefon dari Alex, katanya dia akan nelfon kamu sebentar lagi” kata Mama menyambut kedatanganku dengan ciuman hangat di pipiku.
“ Oya? Ya udah Ma, aku mau mandi dulu ya?”
“ Jangan lupa makan malamnya ya Nak?”
“ Yap!” kataku sambil buru-buru masuk kamar untuk segera mandi melepas lelah dan penat seharian di sekolah tadi.
‘ KRING – KRING’
“ Halo?” sapaku
“ Marun ya? Ini Alex”
“ Alex? Ada apa?”
“ Besok bisa jalan ga?”
“ Mmm abis latihan cheers OK?”
“ Sip! Bye”
“ Bye.. juga” aku menutup telefon dan tersenyum sendiri sambil membayangkan bagaimana nantinya acara date besok bersama Sidik, ups, maksudku Alex.

“ Mau kemana lo jam istirahat gini?” tanya Ayu
“ Bentar ya? Ada urusan..bye” pamitku pada teman-temanku
“ Kemana tuh anak? Tumbenan ada urusan jam istirahat?” tanya Chery
“ Paling juga pengen ketemu Alex” jawab Sella santai
“ Apa? Alex? Licik nggak ngajak-ngajak!” geram Chery iri
“ Ahh lagiankan yang diajak date itukan Marun, bukannya elo Sel” sela Margareth santai
“ Biarin..yang penting gua terus berusaha untuk dapatin Alex jadi cowo gua!” tekad Chery bulat
“ Yayaya” jawab Sella , Ayu dan Margareth berbarengan

Aku berjalan perlahan diantara puluhan deret rak buku yang penuh buku, sambil mengharapkan aku bertemu sepasang mata tajam yang kukagumi itu. Ya, itu dia. Duduk tenang di bangku baca, tatapan tajam lurus, serius dan meluluhkan hati. Aku hanya bisa diam menatapnya dari kejauhan. Aku merasa malu untuk mendekatinya, karena aku adalah Ketua Cheers, masa ngobrol ama anak aneh sih?
Tapi tak tahu apa yang merasuki tubuhku membuatku berjalan mendekatinya dan menyentuh pundaknya…ia terkejut dan menyapaku, kali ini dia berprilaku manis tehadapku..
“ Eh…Marun, ada perlu apa lagi? Cari buku lagi?” tanyanya sopan
“ Eeee.. nggak cuman pengen tau buku apa sih yang kamu baca? Kaya’nya rame banget tuh!” jawabku berusaha tak terlihat gugup dihadapannya.
“ Ini? Ini buku Seven Habbits yang terbaru. Mau baca?” tawarnya
“ Mmm memang kamu sudah selesai membaca?” tanyaku ragu-ragu
“ Belum, tapi kalau kamu mau, kamu bisa meminjamnya dulu, setelah itu baru giliran saya meneruskan membaca” jawabnya kalem
“ Boleh.. kayanya banyak ilmu nya gitu?!”
“ Bisa dibilang gitu. Oya aku masih punya banyak buku-buku psikologi yang lain kok, kalau kamu mau?!”
“ Yes, sure.”
Kamipun berbicara satu sama lain sampai waktu istirahat habis dan meneruskan pembicaraan kami pada saat pulang sekolah, sampai-sampai aku lupa untuk mengantar pulang temen-temanku.
Selama seminggu terakhir kami selalu menghabiskan waktu bersama. Menurutku dia benar-benar luar biasa! Mulai dari otak yang encer, pengetahuan umum yang luas sampai tahu bagaimana memperlakukan wanita dengan sangat gentle! Waduh gawat , sepertinya aku jatuh hati pada Sidik, cowo yang selama ini kuanggap aneh bahkan tidak ada di dunia ini. Selama kami bersama, aku selalu melupakan rutinitasku sehari-hari. Mulai mengantar pulang teman-temanku, sampai lupa untuk latihan Cheers, apalagi acara date sama Alex!
“ Run!! Belakangan ini lo super aneh ya? Kemana aja sih lo? Lo belum pernah latihan gerakan baru kitakan? Kita mau audisi 5 hari lagi Mbak?” Chery protes
“ Iya Run, ada apa sih? Kok sampe segitunya ama kita? Kita ada salah?” tanya Ayu
“ He-eh nggak-nggak. Gua cuman sibuk ama urusan gua” jawabku
“ Urusan apa sih yang lebih penting daripada latihan gerakan baru kita? Baru kali ini lo kita bikin gerakan baru tanpa elo! Kalo nungguin lo terus bisa-bisa kita kalah audisi!” cerocos Margareth
“ Oya.. gerakan baru ya? Gua belon afal nih?” aku kebingungan sendiri
“ Ya udah.. ni gua bawa VCD gerakan kita yang terbaru. Lo latihan sendiri di rumah aja, OK?” Sella menyerahkan VCD padaku
“ Tapikan sekarang malam minggu?” tanyaku
“ Memang nya lo ada date ama Alex?” balas Sella bertanya lagi
“ Nggak sih.. tapi.. ga bisa?!”
“ Ya ampun Run, masa’ bwat audisi lo masih ada alasan gak bisa?” tanya Ayu tak percaya
“ Nggak bukan gitu. Maksud dia pasti dia ada acara keluarga? Gitukan Run?” jawab Sella super bijak
“ Tul..lagian Ga apa-apa kok! Malam ini gua bakal latihan OK?” jawabku
“ Ya baguslah.. setidaknya kita ga harus capek-capek ngelatih elo!” sela Margareth
“ Kebalik ya? Mestinya lo yang ngelatih kita! Bukan kita yang ngelatih elo!” ketus Chery
“ Udah-udah..sekarang mendingan lo balik gih! Latihan sana!” suruh Sella
“ Thanks guys you all the best!” aku berterima kasih
“ Ya! Awas aja kalo belon afal pas mau audisi! Bisa-bisa gua rebut tu Alex!” ancam Chery
“ Gua pasti afal!! Lagian..makan tuh yang namanya Alex! Bener-bener cowo cantik nggak berotak tuh anak!” jawabku sambil ngeloyor pergi
“ Bener? Asyik!! Akhirnya Alex bwat gua!! Thanks ya Run, ati-ati dijalan ya?” seru Chery senang ga karuan

Setelah menerima VCD itu, aku bergegas pulang dan latihan. Kebetulan VCD player di kamarku rusak, jadi aku menggunakan VCD player yang ada di ruang tengah untuk latihan. Untungnya semua anggota keluargaku sedang pergi berbelanja bulanan dan aku ditinggal sendiri, itu berarti aku bisa latihan dengan puas tanpa ada gangguan.
Kunyalakan semua lampu di ruangan itu, kusetel keras-keras musiknya dan mulai berlatih gerakan baru kami. Saat itu aku hanya menggunakan bra dan hotpants saja, karena menurutku itu adalah pakaian yang paling nyaman dikenakan ketika latihan gerakan cheers. Akupun bergoyang dan meloncat mengikuti gerakan apa yang ada di VCD sampai aku hafal semua. Setelah selesai latihan, aku mendengar tepukan tangan dari arah teras rumah. Aku kaget setengah mati, karena ternyata aku lupa menutup gorden yang langsung menghadap teras rumah! Aku buru-buru menutupi tubuhku dengan selimut seadanya dan melabrak siapa gerangan yang kurang ajar mengintipku.
“ Si-Sidik? Ngapain kamu disini?” tanyaku heran sambil membenahi posisi selimut yang menutupi tubuhku
“ E e aku mau mengembalikan agenda kamu yang tertinggal diperpustakaan waktu istirahat tadi” jawab Sidik menunduk sembari menunjukkan agendaku.
“ Kamu tadi melihat aku lagi latihan?” tanyaku ragu-ragu
“ Maaf ya? Saya nggak sengaja melihat pemandangan super indah yang di anugrahi Tuhan pada saya itu. Maafkan saya...saya benar-benar tidak sengaja” jawabnya pelan sambil lebih menundukkan kepalanya.
“ Oya makasih. Masuk yuk?” ajakku, aku sendiri bingung kenapa malah justru mengundangnya untuk masuk ke dalam rumah
“ I-iya, tapi kamu ganti baju dulu sana!” tawar Sidik
“ Oya… masuk dan silakan duduk! Aku ganti baju dulu ya?”
“ Ya”
Aku buru-buru masuk kamar dan kebingungan setengah mati. Waduh muka kaya’ gini kok ketemu Sidik sih? Mana nggak ada ide pake baju apa? Udah..pake kaos dan celana jeans ajakan beres!
“ Ga usah repot-repot Run” tolak Sidik sopan ketika aku menyodorkan segelas Coke padanya, “ Oya..malem minggu gini kamu ga nge-date?” tanyanya ragu-ragu
“ Nggak! Aku harus ngapalin gerakan baru cheers, kamu tahukan? Lagiankan ada Sidik yang datang kesini?!” godaku
“ Hahaha bisa saja kamu” jawabnya riang terlihat warna kemerahan di pipinya. Entah mengapa, tiap kali aku melihat mata yang tajam itu menyiratkan kebahagiaan, aku juga ikut tersenyum. Rasanya benar-benar menemukan soul mate yang sebenarnya. Malam itu kami habiskan dengan mengobrol dan nonton tv bersama. Pulangnya ia pamit dan tiba-tiba mencium keningku pelan…
“ Selamat malam Marun, permisi” pamitnya sopan
Aku hanya bisa membalas dengan senyuman dan melihatnya berbalik memunggungiku dan pergi. Oh Tuhan, rasanya aku benas-benar jatuh cinta pada Sidik, dan tampaknya aku tidak bertepuk sebelah tangan. Sesudah malam itu kami jadi lebih sering menghabiskan waktu bersama di perpustakaan atau diteras rumahku sambil membahas mata pelajaran yang menurutku sulit. Itu adalah masa yang benar-benar membahagiakanku. Tapi gerak-gerik aneh dilakukan oleh teman-temanku, mereka mulai menjauhiku dan tak acuh padaku. Tak apa, yang penting aku bersama Sidik, itu sudah cukup bagiku.

“ Mau ngapain tu anak kemari?” tanya Chery sembari menunjukkan mimik wajah yang jijik
“ Memang kenapa?” tanyaku lagi
“ Ya..ga biasanya anak freak dateng ke audisi cheers!! Mana senyum-senyum sama elo segala lagi? Bukannya lo BT ama dia?” cerocos Chery lagi
“ Iya Run, kok tumbenan ya?” tanya Sella
“ Biarin aja dong!! Memang salah ya kalo dia datang kesini? Kalian bisa-kan menghargai orang lain walaupun sedikit?!” jawabku ketus, tak kuat menahan marah karena perkataan pedas Chery
“ Biasa dong Run. Pantesan lo berubah banget!! Ga biasanya lo begini! Ga tanggung jawab ama cheers, cuek ama kita dan lo dah nyakitin perasaan Alex tau? Ninggalin dia sendirian di Café? Wow BRILIAN !!!” giliran Margareth menghakimiku
“ Alex? Bullshit with him!! Itukan punya Chery! Lagian gua masih bisa ngejar ketinggalan gua kok!” belaku sengit
“ Run-Run, bukannya gitu. Kita ngelihat perubahan yang nggak singkron di diri lo! Gitu aja kok!” tengah Sella bijak
“ Iya Run, bukan maksud gua ngejek si Sidik itu. Tapikan lihat dong! Ngaca! Lo tuh ketua Cheers dan dia ketua Komunitas Perpustakaan! Satu bintangnya sekolah, satunya lagi badut sekolah?! Jauh bangetkan? Langit ama bumi aja masih mending?!” Chery sewot
“ Dan Run, asal lo inget ya?! Kita tu tau betul gimana elo, jadi kita tahu betul kalo si Sidik itu gak pantes buat elo!! Memangnya cowo cuman Si Aneh itu aja ya?” timpal Ayu
“ Terserah!! Yang penting dia baik titik! Nggak kaya’ Alex yang maunya status doang!” balasku lagi sambil berlari ke kamar mandi.
Untungnya aku bisa mengendalikan emosiku dan dapat tampil sempurna dan kompak di hadapan juri yang membuahkan keberhasilan, grup Cheers kami maju ke babak selanjutnya di Jakarta bulan depan! Ketika pengumuman dibacakan, Alex langsung memelukku, aku berontak melepaskan diri dan berharap Sidik tak melihat adegan ini.

Setelah hari audisi tersebut, aku mulai memikirkan kembali hubunganku dengan Sidik. Memang selama kami berhubungan, aku mulai kacau. Mulai dari persahabatanku yang hampir saja hancur karena pertengkaran sengit antara aku dengan Chery, Ayu dan Margareth, dijauhi sahabatku sendiri, sampai  jadwal latihan Cheersku yang berantakan. Setelah berfikir sekian waktu, akupun membuat keputusan untuk menjauhi Sidik dan tak mau berhubungan lagi dengan Sidik. Berat memang, tapi kalau bandingannya sahabatku, aku pasti memilih untuk tetap mempertahankan persahabatanku.
Sekarang, tiap kali aku berpapasan dengannya, aku selalu membuang wajahku dan bersikap seolah-olah Sidik tidak ada lagi di dunia ini. Aku selalu menolak tiap kali dia menelfon dan berusaha bertemu denganku disaat istirahat. Sampai akhirnya suatu hari dia berhasil menemukan aku sendirian di lorong sekolah sepulang aku latihan Cheers.
“ Capek? Ada waktu untuk kita bicara? Atau kamu merasa terlalu mahal untuk bisa diajak negosiasi?” tanya dingin, sorot matanya kali ini berbeda dengan sebelumnya. Tak ada kesenangan sedikitpun di matanya. Aku, jujur saja malas menanggapi ajakannya yang pasti jika terlihat teman-temanku akan membuahkan persoalan lagi.
“ Aku capek banget nih?! Abis latihan gerakan baru, gua ga comfort ama badan gua yang belum mandi” jawabku
“ OK, kalau begitu pendapatku tentang kamu salah besar. Kamu memang cewe bunglon yang profesional, lebih daripada bunglon itu sendiri” balasnya dingin
“ Ok-Ok  mau kamu apa sih?” tanyaku mulai kesal
“ Saya mau kita bicara tentang kita” jawabnya dingin, lebih dingin daripada sebelumnya
“ Tentang kita? Kita apaan?” tanyaku pura-pura bodoh
“ Jangan munafik tuan putri. Maksudku tentang hubungan kita selama ini? Mengapa tiba-tiba kamu menjauh dari saya dan menganggap seolah saya tidak ada? Saya salah apa? Tolong bicara, jangan mendiamkan saya begitu saja!” jelasnya
Baru kali itu aku melihat kegundahan dan rasa kecewa yang besar dari sorot matanya yang sayu, bukannya tajam seperti biasanya.
“ Kita…kita sudah selesai sampai disini saja” jawabku sambil menunduk, aku tak tahan melihat sorot matanya itu
“ Tapi mengapa? Apakah saya melakukan kesalahan? Marun jangan diam saja?” dia bertanya sambil menguncangkan tubuhku
“ Kamu..kamu SALAH!! Kamu sudah menghancurkan persahabatanku!! Karier Cheers ku sampai … semuanya!! Gara-gara kamu aku jadi begini!!” jawabku berusaha untuk tegar
“ Memang kamu sekarang kenapa? Saya lihat kamu normal”
“ Normal?” potongku, “ Normal katamu? Aku hampir saja menghancurkan persahabatanku karena kamu!! Aku dikucilkan karena KAMU!! PERGI dari hadapanku sekarang dan SELAMANYA!!” teriakku sengit
“ Asal kamu tahu saja. Saya benar-benar tersanjung pernah menjadi boneka bodoh permainan kamu. Perasaan saya ini suci, memang tidak boleh dikotori oleh kepicikkanmu yang besar itu. Maaf, saya salah menilai kamu. Saya kira kamu benar-benar baik, manis dan dapat menerima keadaan orang lain apa adanya. Kamu bebeda dari cewe yang lain, yang lebih mementingkan penampilan luar dari pada penampilan hatinya. Ternyata itu hanya salah satu trik kamu saja! Supaya puas membuat saya hancur dan dijadikan untuk lelucon untuk esok hari bersama temen-teman Cheersmu dan pujaan hatimu para pe-Basket yang BEROTAK itu! Baik…saya akan pergi. Maaf telah mengganggumu Tuan Putri” Sidik lalu berbalik memunggungiku dan pergi sampai ia hilang dari penglihatanku yang kabur karena digenangi air mata yang tak kuasa aku tahan sedari tadi. Bukan, bukan begitu maksudku!! Mengapa aku begitu munafik terhadapnya dan diriku sendiri? Padahal jelas-jelas aku sangat menyayanginya.. sampai detik ini, dan ku rasa selamanya….
Aku berusaha untuk meminta maaf padanya dengan jalan memberikannya surat permohonan maaf yang kuselipkan di loker bukunya tiap jam istirahat, langsung bertemu dengannya di perpustakaan bahkan mendatangi rumahnya yang ditolak mentah-mentah olehnya…
Penyesalan yang kurasakan sekarang…seperti melepaskan berlian yang sangat berharga dan menyisakan goresan dalam pada permukaannya. Sekarang kudengar Sidik sekolah di Fakultas Kedokteran di Jepang. Aku hanya berharap dia bisa mengetahui bagaimana perasaanku padanya yang sesungguhnya, dan dapat menatap kembali sepasang sorot mata tertajam dan terindah yang tak mungkin ku lupakan seumur hidupku.. Sidik, jika engkau membaca tulisan ini, kuharap engkau bisa mengerti dan tersenyum kembali untuk mendapatkan seseorang yang lebih baik lagi dari padaku….

R 3 Juni 2004

O-ow



“ Hai, nama gua Marun, kenalan dong!!” sapa Marun ramah terhadap cewek yang sedang berjalan disebelahnya.
“ Mmm kalo aja lo dateng sewaktu rapat sebelum ospek jurusan, lo pasti tau nama gua!” balas cewek itu dengan suara manja dengan nada suara yang sengaja diperlambat dan sangat membosankan.
Spontan Marun berpikir ‘Buset!! Kenalan aja sombong!’ , tapi Marun menyikapi cewek tersebut dengan positif. Ia tersenyum lalu bicara “ Ooo gitu ya. OK deh, kalo gitu gua duluan ya?!” sembari ngeloyor pergi meninggalkan cewek itu berjalan sendiri.
“ Gile…sama-sama anak baru aja sombong bener! Huh, lagipula gua nggak butuh dia kok! Masih banyak anak-anak lain yang lebih baik dari dia!” gerutu Marun diperjalanan menuju kampus barunya.
Marun memang baru saja diterima di perguruan tinggi negeri favorit yang notabene banyak menghasilkan banyak orang-orang sukses. Marun bela-belain hijrah ke Jakarta , dari Bandung, demi menimba ilmu di ibukota negara. Marun tidak memiliki teman seorangpun di jurusan barunya. Tapi itu justru membuat semangat Marun untuk bisa memperbanyak teman disini.
Belum selesai Marun bergumam sendiri, tiba-tiba ada seseorang yang mencolek bahunya dari belakang.
“ Eh, MaBa ya?” tanya seseorang tersebut dengan ramah, sedikit tergesa-gesa, mungkin saja datang agak telat
“ Ya. Kenalkan, saya Marun” sambil mengulurkan tangan. Cowok itu menyambut tangan Marun lalu berjabat tangan erat.
“ Saya Pratama” jawabnya pendek sembari tersenyum ramah. Eh, ramah bener nih anak, pikir Marun.
“ Pratama ya?” tanya Marun lagi. Pratama langsung mengangukkan kepala, meng-iya-kan pertanyaan Marun.
“ Telat juga ya?!” tebak Pratama
“ Hehehe iya, sama jugakan?”
“ Hahaha iya sama, gua tadi bangun kesiangan, gara-gara bikin tugas buku tanda tangan nih!” jelas Pratama
“ Yuk buruan, ntar dihukum lagi!!” ujar Marun sembari menarik tangan Pratama, lantas mereka berlari menuju lapangan parkir untuk mengikuti rangkaian acara ospek hari ini.
“ Marun pulang sendiri?” tanya Pratama sepulangnya ospek
“ Mmm iya, kenapa memangnya?” Marun balik bertanya
“ Kalau searah kita bareng aja!” ajak Pratama
“ Gua ke Cikini, lo kemana?” tanya Marun
“ Yah sayang, gua ke Bekasi”
“ Nggak apa-apa lah…yang penting lo selamat sampai rumah” ujar Marun riang
“ Tam...lo ke Bekasikan? Lewat Tanjung Barat ya, jadi kita bisa bareng!” ujar cewek yang tadi pagi disapa Marun yang ternyata super sombong itu.
“ Mmm iya gua lewat Tanjung Barat” jawab Pratama pelan
“ Gua ikut sampai Tanjung Barat ya?” mohon cewek itu pada Pratama dengan nada suara manja yang sangat dibuat-buat.
“ Ya boleh” Pratama setuju dan mereka akhirnya pulang bersama menginggalkan Marun sendirian.

“ Tam!!! Hai!!” sapa Marun keesokkan harinya
“ Hei, tumben nggak telat Run?” balas Pratama
“ Hehehe pake waker yang lebih gede lagi suaranya, so gua nggak kesiangan. BTW cewek yang kemarin pulang bareng lo siapa sih namanya?” tanya Marun penasaran
“ Ooo namanya Citra, mmm kata dia sih suka dipanggil Citul” jawab Pratama acuh sembari duduk di kursi bagian belakang kelas.
“ Oooo” balas Marun lalu duduk di bangku depan kelas disebelah Sidik.
“ Hai” sapa Sidik
“ Hai juga” balas Marun ramah

“ Marun!!! Lo punya pembersih wajah nggak?” tanya Pratama agak terburu-buru
“ Gua? Mana mungkin laah” jawab Marun sambil terheran-heran melihat tampang Pratama yang memang harus segera dicuci
“ Laah, lo-kan cewek?! Masa nggak punya pembersih muka seeh?” balas Pratama sewot
“ Biarin aja!! Lagipula bukan kewajiban kok cewek kudu punya pembersih muka!” balas Marun
“ Yaa tapikan setidaknya lo-kan sebagai cewek harus jaga penampilan lah!! Pantesan aja lo kaya gini, jarang cuci muka sih!!” canda Pratama
“ Eee enak aja!! Lo-nya aja yang pelit nggak mau bawa pembersih muka sendiri!! Dasar!!” balas Marun sembari mengejar Pratama yang sudah keburu lari
“ Eh liat deh mereka…kaya anak kecil ya…kejar-kejaran kaya film India aja hehehe” canda Noni yang melihat adegan kejar-kejaran Marun-Pratama yang memang seperti anak SD.

“ Marun!!! Makan yuk?! Laper nih..” pinta Pratama sewaktu istirahat siang
“ Yuk!! Mmm makan dimana?” tanya Marun sambil memeluk bahu Pratama
“ Emang lo bawa mobil?” tanya Pratama lagi
“ Hehehe bawa kabur mobil bokap! So makan dimana nih?”
“ Wah!! Asik neeh…makan di FISIP yuk?! Sekalian cuci mata hehehe”
“ DASAR buaya darat!!!” Marun lantas mendorong bahu Pratama pelan
“ Hahaha iya-iya gua emang buaya darat! Tapi cowok mana yang nggak jadi buaya darat kalo liat cewek cantik? Lo juga bisa jadi buaya darat versi cewek kalo liat cowo ganteng kaya gua!” balas Pratama
“ Iya sih hehehe yuk brangkat!” lantas mereka pergi ke kantin FISIP untuk mengisi kembali perut mereka setelah empat jam menerima materi kuliah yang cukup memusingkan.
Hubungan Marun-Pratama memang sangat dekat…banyak yang bilang dan menyangka kalau mereka itu…
“ Lo dah jadian ya sama Pratama?” tanya Noni sewaktu pulang kuliah
“ Emang kenapa?” Marun balik bertanya
“ Mmm itu mungkin alasan kenapa Citul nggak kasih elu pinjem makalah tugas tahun lalu” tambah Noni lagi
“ Citul? Apa hubungannya jadian sama Pratama dengan Citul?” Marun tambah bingung
“ Duh!! Lo nggak sadar apa? Kalo dia tuh sama sekali nggak pernah respek sama lo! Makalah yang mestinya aja dibaca bareng, nggak pernah dia mau pinjemin ke elo!! Gimana nggak nyambung?” celoteh Noni
“ Duh-duh apa lagi tuh?!” Marun super bingung saat ini, berusaha mencerna semua perkataan Noni tadi
“ Marun…gini lo…”
“ Run, lo itu kayaknya dibenci deh sama si Citul” Anin ikut nimbrung ngobrol
“ Yap B’tul!!” sambung Noni
“ Citul?? Benci sama gua? Kata siapa ah!! Ngaco!!” Marun menjawab santai
“ Masa lo nggak bisa liat mata dia kalo liat elo?? Waduh super sadis deh!! Pernah waktu itu gua tegur dia supaya nggak lempar pandangan gitu ke lo, malah dicuekin!” kata Noni
“ Iya Run…lo tau nggak sih kenapa dia kayak gitu?” tanya Anin
“ Mmm karena gua deket sama Pratama?” jawab Marun nggak yakin
“ Bisa jadi Run…” sambung Sista
“ Yee dateng-dateng langsung nimbrung” ujar Anin sembari membagi kursinya bersama Sista
“ Lo itu terlalu deket sama Pratama sampai-sampai kita bahkan semuanya ngira kalau kalian tuh udah jadian! Itu yang bikin dia ‘panas’ tiap kali elu berdua sama Pratama” jelas Sista
“ Waduh kok jadi repot gini sih?!” Marun mulai nggak nyaman
“ Mmm memang kalian udah jadian?” tanya Noni lagi penasaran
“ Udah ya Run!! Ngaku deeh!! Sama kita-kita kok ditutup-tutupin sih?” cecar Sista
“ Mmm…” gumam Marun
“ Mmm apa? Jadian?” tanya Anin
“ Yee semuanya kok menjurus ke sana melulu sih?? Nggak penting ah!!” Marun beranjak pergi
“ Run!! Jawab dong!! Udah jadian atau belon?” tanya Sista begitu Marun berjalan menyusuri lorong kampus. Marun hanya mengangkat kedua tangan dan bahunya dan terlihat tersenyum lebar begitu berpapasan dengan Pratama yang memeluk bahu Marun dan berjalan keluar kampus berdua.
“ Kayaknya mereka udah jadian deh” ujar Noni pelan yang diikuti anggukkan kepala Anin dan Sista.


“ Run lo yang nyetir ya?!” pinta Pratama sambil menepikan mobilnya. Pratama, Marun, Noni, dan Anin sekarang satu mobil di mobilnya Pratama menuju Puncak dalam rangka rekreasi akhir tahun bersama teman sekampus yang lain.
“ Capek Say?” tanya Marun mengecilkan volume radio tape
“ Iya lah…makanya minta gantiin elo…Lagipula apa gunanya elo kalo nggak gantiin gua?” canda Pratama
“ Hahaha bisa aja lo!!” Marunpun keluar berganti posisi dengan Pratama
“ Kalo udah masuk daerah menanjak dan macet itu adalah bagian lo Run!!” ujar Pratama dengan senyum lebar menepuk bahu Marun pelan
“ Bisa aja lo!!! Dasar cowok!! Egois!” balas Marun asal
“ Tam..biar gua aja yang nyetir mobil lo” tawar Citul dengan nada suaranya yang super manja
“ Hah? Lo? Emangnya lo bisa nyetir?” tanya Pratama tak percaya
“ Bisa?! Orang pas keluarga gua tamasya bolak-balik Bandung-Jakarta gua yang nyetir kok!” Citul meyakinkan Pratama kalau kemampuan menyetirnya sudah hebat.
“ Mmm tapikan gua belon pernah tau gaya nyetir lo” ujar Pratama lagi
“ Makanya lo liat sekarang gaya nyetir gua…Lagian kalo jalan jangan berduaan sama Marun melulu!! Jadinya nggak tau potensi orang lain?!! Ya Tam ya, biar gua yang nyetir” pinta Citul lagi
“ Mmm tapi gua udah comfort banget sama Marun…lagi pula dia dah tau banget mobil gua, takutnya lo nggak biasa sama mobil gua, mana nanjak dan macet pula” bela Pratama lagi. Marun hanya melihat adegan tawar-menawar tersebut dari spion depan dengan iringan senyum ringan.
“ Iya…lagiankan lo duduk aja dibelakang juga nggak apa-apakan? Ngapain pake jadi supir segala?” timpal Noni
“ Iya Tul…Noni bener, mending lo bareng kita aja disini, enak kok!! Daripada didepan, jangan ganggu orang pacaran ” timpal Anin. Mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan Anin, Citul langsung ngambek. Terlihat jelas dari perilakunya yang menyandarkan tubuhnya ke jok kursi dengan gerakkan cepat dan keras. Raut wajahnya nampak ingin menangis dan mulutnya cemberut.
Marun melihat Citul dari kaca spion dan setengah mati menahan tawa karena sekarang raut wajah Citul luarbiasa lucu. Marun lantas mencabut kunci kontak mobil, keluar dari mobil dan membuka pintu belakang dibagian Citul sekarang duduk.
“ Nih…lo yang bawa aja, bentar lagi nyampe kok. Lagian nggak akan macet! Nih..” Marun memberikan kunci mobil pada Citul. Citul langsung tersenyum dan bangkit duduk disebelah Pratama yang kaget setengah mati. Marun dengan enteng duduk dibelakang dan tertidur pulas.
Rekreasi akhir tahun ini sangat indah. Mereka menghabiskan waktu di Kota Bunga Puncak dengan jalan-jalan keliling miniatur dunia, berfoto, makan siang dan tentu saja bercanda satu sama lain kecuali Pratama terhadap Marun.
“ Pratama!!! Foto disini yuk?!” ajak Marun sambil menunjuk rumah cantik bergaya Paris favorit Marun.
“ Tam…foto bareng gua yuk?!” ajak Citul sambil menarik tangan Pratama menuju rumah satunya lagi. Pratama tampak ogah-ogahan memenuhi ajakan Citul, tapi karena dipaksa akhirnya Pratama mau juga. Melihat sikap Pratama yang acuh dan terkesan tidak mempedulikan dirinya selama di Puncak membuat Marun terdiam memikirkan apa gerangan yang membuat Pratama menjadi seperti itu.
Waktu menunjukkan pukul lima sore, saatnya untuk pulang. Marun dengan gesit menuju mobil Sidik dan minta izin untuk tukar tempat dengan salah seorang yang menjadi penumpang mobil Sidik. Ternyata Dandhi berbaik hati mau switch dengan Marun.
“ Kok tukeran Run? Kenapa?” tanya Sidik lembut
“ Mmm di mobil Pratama nggak enak ah…gua lagi dimusuhin sama Pratama. Jadi lebih baik gua pindah kesini, nggak apa-apakan?” tanya Marun yang duduk disamping Sidik yang sekarang menyalakan mesin mobilnya.
“ Nggak apa-apa dong! Cuman switch aja kok! Kirain saya kamu pengen ngerusakin mobil saya” canda Sidik
“ Enak aja!! Awas lo ya” balas Marun
“ Weit!! Masih ada aja tuh galak!”
“ Hehehe biarin…o iya kok kita Cuma berdua sih?” tanya Marun heran
“ Tuh liat aja, dua lainnya ke mobil Senna dan satu lagi ke mobil Pratama. Memang lebih enak bawa mobil gede sih, bisa muat banyak, nggak kayak sedan” jawab Sidik
“ Mmm nggak apa-apa toh! Enak berduaan bareng Sidik!” ujar Marun riang sembari meremas jemari Sidik
“ Bisa aja” ujar Sidik sembari mengelus kepala Marun.

Ditengah perjalanan mereka berhenti sebentar di restoran besar yang lengkap dengan taman bermain cantik di pinggir jalan menuju Jakarta untuk salat Magrib dan makan malam.
Setelah makan dan salat, Pratama merasa bersalah juga karena telah mengacuhkan Marun tadi dan tidak menyapanya sedikitpun sewaktu berpapasan ketika hendak mengambil makan malam. Karena itu ia menghampiri Marun yang sedang asik mengobrol dengan Sidik di pinggir kolam ikan di sebelah tempat parkir.
“ Run…kesini bentar” ajak Pratama dingin
“ Eh Pratama, masih inget sama gua? Kirain udah lupa…” ujar Marun santai
“ Run…bentar kok! Sori ya Dik!” Pratama menarik tangan Marun dan menyeret Marun ke taman belakang restoran yang sepi dan dingin.
“ Maksud lo ngomong gitu apa?” tanya Pratama dingin sebagai ucapan pembuka
“ Emang kenapa? Gua cuman memastikan kalau lo masih inget sama gua, that’s all” jawab Marun enteng sembari menyunggingkan senyum tipisnya.
Pratama tertunduk mendengar jawaban enteng Marun.
“ Tam…lo kenapa?” tanya Marun. Pratama diam saja.
“ Tam…Tam” Marun sedikit menguncangkan bahunya. Tiba-tiba Pratama memeluk tubuh Marun erat. Marun terkejut hendak melepaskan, namun Pratama terlalu kuat memeluk dirinya.
Marun sadar kalau ternyata Pratama marah karena keputusan Marun yang membolahkan Citra untuk mengendarai mobil Pratama dan Prtama ternyata tidak setuju atas perbuatannya tersebut.
“ Mmm maaf ya Tam…tadi gua bikin lo marah” ujar Marun pelan
“ Kenapa sih tadi lo biarin Citul yang nyetir? Padahalkan gua nggak suka kalo dia yang bawa mobil gua? Nggak hanya itu, lo juga yang maksa gua untuk mau nerima Citul ikut mobil gua padahal lo orang pertama yang gua kasih tau kalo gua nggak suka bareng dia…Ken..”
“ Ssst” Marun menempelkan telunjuknya di bibir Pratama
“ Maaf…maafin gua. Gua hanya bersikap netral dan nggak mau bikin Citul berfikir yang aneh-aneh tentang gua” lanjut Marun pelan
Pratama menatap Marun sesaat, lalu memberikan kunci mobilnya sambil berkata “ Sekarang lo yang bawa mobil gua ya…dan lo harus bikin dia nggak ada di mobil gua!”.
“ Lo kok ada syarat tambahan sih? Emang kenapa kalo Citul bareng kita?” tanya Marun sambil menerima kunci mobil Pratama
“ Memang apa urusan Citul sama kita? Masa bodo!!” bentak Pratama
“ Ssst nggak boleh gitu dong…diakan juga cewek normal kayak gua…punya perasaan loh” potong Marun bijak
“ Persetan dengan dia!! Yang gua peduli cuman lo”
“ Maksud lo apa?” Marun bingung dengan perkataan Pratama, jantungnya berdetak kencang saat ini
“ Ya…gua hanya care sama lo” Pratama kini bicara dengan nada suara yang rendah
“ Mmm” Marun makin gugup
“ Gua sayang sama lo” suara Pratama sangat rendah dan pelan sambil memeluk tubuh Marun dan menciumnya. Beberapa detik Marun menikmati kebahagian tersebut sebelum ia tersadar dan mendorong Pratama pelan menyudahi. Pratama menatap Marun dengan tatapan dalam dan tajamnya saat ini, risih Marun dibuatnya. Marun lantas melempar pandangannya ke belakang Pratama sebelah kanan, Marun terkejut karena disana berdiri Citra yang sedang menitikkan air mata dan menatap marah ke arahnya. Tampaknya Citra mengetahui semua yang terjadi tadi. Bukannya pergi, Pratama malah kembali memeluk tubuh Marun erat. Marun tambah salah tingkah melihat ke arah Citra yang sekarang tambah deras air matanya…Marun lantas melemparkan pandangan kesebelah kiri Pratama, ia tak tahan melihat Citra yang menagis karena ternyata cowok yang ia kasihi menyukai orang lain, orang yang selama ia benci. Bukannya mendapatkan ketenangan untuk berfikir malah Marun tambah terkejut lagi begitu mengetahui seseorang yang juga tahu kejadian tadi sedang berdiri tegap menatap dingin dan kecewa ke arah Marun. Lelaki itu terus menatap Marun, lalu melepaskan cincin perak yang melingkar di jari manisnya yang berukirkan Sidik-Marun, sama seperti cincin yang Marun pakai saat ini. O-ow??!!

R 19 Januari 2005