Kamis, 20 Juni 2013

Pras



Aku Marun. Remaja yang menurutku hampir sempurna. Orang bilang, aku benar-benar anugrah dari Tuhan. Cantik, tinggi semampai, pintar, memiliki orang tua yang mapan, apapun pasti aku miliki, dan teman-temanku bilang aku penakluk cowo yang tangguh. Bukannya aku sombong, tapi itu memang kenyataan, apapun yang aku inginkan pasti kudapatkan. Tapi yang pasti satu hal yang tidak pernah aku miliki, kekasih, kekasih yang benar-benar menerima aku apa adanya, bukan karena kecantikkan, kepopuleran atau kekayaanku. Susah sekali mendapatkan hal itu. Sampai….
“ Pagi Run…eh hari ini lo mau ikut survei ke Anyer?” tanya Mela, teman sebangkuku
“ Mmm nggak!” jawabku pendek, aku sedang berkonsentrasi pada soal Fisikaku
“ Run, lo-kan wakil ketua OSIS, masa nggak ikut survei sih?”
“ Karena gua wakil ketua, makanya gua punya bawahan yang bisa ngontrol Anyer dan tinggal melaporkan saja ke gua” balasku datar dan dingin. Aku bisa merasakan Mela menghilangkan senyum di wajahnya, mungkin kecewa mendengar jawabanku yang memang terlalu ketus padanya. Biar, ini adalah keputusanku, lagipula aku tak punya waktu untuk hal kecil semacam itu.
Saat pulang sekolah ketika hendak menaiki mobil, aku dicegat oleh cowo jangkung berbadan tegap, aku langsung membelalak menatapnya, minggir! Tapi dia tetap di depanku menatapku tajam, apa-apaan dia?
“ Permisi, gua mau masuk ke mobil” ujarku berusaha sopan
“ Gua akan minggir kalau lo masuk ke mobil dan bawa tu mobil ke Anyer untuk survei” balas dia dingin. Aku tersenyum licik menatapnya, who do you think you are? Suruh gua untuk pergi ke Anyer hanya untuk survei padahal pekerjaan itu bisa dilakukan oleh anggota seksi yang ia ketuai.
“ Gua mau pulang, bukan ke Anyer hanya untuk liat-liat doang! Gua punya urusan lain yang lebih penting” lalu aku berjalan menerobosnya. Tapi cengkraman erat tangannya padaku tak kuasa kutahan. Ia menarikku masuk ke mobil dan ia mengambil alih tempat kemudi lalu melajukan mobilku. Hah? Dia benar-benar kurang ajar!!
“ Lo tu kurang kerjaan ya?! Emangnya gua bolehin lo untuk bawa mobil gua…berhenti!! BERHENTI!!!” aku berteriak ke arahnya, aku marah besar ketika melihat reaksinya yang tenang, ia terus menyetir bagai tak ada aku saja
“ Jangan mentang-mentang lo ketua OSIS lantas lo seenaknya ngatur gua!!” aku melayangkan pukulan ke arahnya. Dengan gesit ia menahan pukulanku
“ Justru karena gua ketua OSIS gua harus kontrol kerja bawahan gua. Ingat, lo wakil gua, bawahan gua dalam acara ini. Jadi jangan macem-macem!!! Lo tinggal duduk aja kok! Biar gua yang nyetir, jadi lo akan survei ke Anyer tanpa capek-capek nyetir, Ok?!” ia lantas melepaskan cengkraman tangannya dan kembali menyetir dalam diam. Aku hanya bisa menatapnya lewat ujung mataku. Dia benar, aku tak bisa menyangkal perkataannya, perkataan ketua OSIS.
Cowo yang sedang menyetir disebelahku adalah Wahyu Prasetyo, ketua OSIS, pintar, tegas, tak pernah tertarik pada cewe (termasuk aku!) dan berwibawa. Aku kalah dalam voting ketua OSIS melawannya. Kuakui memang ia unggul dalam ketenangan berfikir dan memberikan keputusan yang tepat dalam hitungan detik saja. Aku jujur saja agak jengkel dengan keberadaannya disebelahku saat ini. Ia adalah orang yang telah mengambil kejayaanku sebagai ketua OSIS, dan sekarang malah mengatur kemana aku harus pergi.
“ Itu pantainya” Pras menunjuk ke arah pantai yang memiliki hotel dipinggir pantainya. Indah sekali. Aku menatap cepat ke arah Pras, Pras tampak sangat bahagia dan ada seulas senyum di bibirnya yang tipis. Sesaat damai rasanya melihat senyumannya yang sangat manis itu, tapi aku sadar kalau aku tidak menyukainya.
Kami memasuki kompleks pantai tersebut. Hawa panas langsung menjalar ke seluruh tubuh begitu aku keluar dari mobil.
“ Wah Marun ternyata ikut juga! Katanya nggak mau” ujar Mela riang dari arah belakangku
“ Pras yang maksa gua” jawabku pendek
“ Gua nggak maksa lo, gua cuman mengingatkan lo, I’m your leader!” timpal Pras dengan tatapan dinginnya. Mela terpaku dan bergerak mundur perlahan.
“ Terserah lo, Leader” ujarku sambil ngeluyur pergi dan merebut kunci mobilku dari tangannya.
Setelah kami selesai menyurvei tempat, hotel, dan kelengkapan yang lainnya, Pras membolehkan kami untuk menikmati indahnya pantai sebelum pulang kembali ke Jakarta. Aku cukup puas mendengar keputusannya. Aku kira ia adalah robot yang tak tau kesenangan bermain air di pantai.
Aku lantas melepaskan sepatu, duduk ditepi pantai menikmati semilir angin yang menyejukkan.
“ Nggak main air?” tanya Pras sambil duduk disebelahku
“ Ngapain lo kesini?” tanyaku ketus, aku tak mau acara rileksku ini diganggu olehnya
“ Ngajak lo untuk jalan-jalan dipinggir pantai, ngerasain nyamannya kaki terkena genangan air laut” jawabnya kalem
“ Panas!” balasku lagi
“ Ayo!!” Pras menarik tanganku dan memaksaku untuk berjalan bersamanya dipinggir pantai yang dihujani terik matahari. Aku buru-buru menundukkan kepalaku, melindungi diri dari teriknya matahari.
“ Kok nunduk sih? Kan enak ngerasain terik matahari jatuh ke kulit kita” ujar Pras sambil mendongakkan kepalanya. Gila dia, panas seperti ini malah berjemur, sinting!
“ Bisa kena kanker kulit tau! Udah ah gua mau ke mobil” aku meninggalkan Pras sendirian berdiri terpaku melihat kepergianku.

“ Nak, perlengkapannya sudah lengkapkan?” tanya mama padaku sewaktu aku mempersiapkan barang-barang kebutuhanku untuk ke Anyer besok.
“ Ya!!” jawabku riang


Keesokkannya kami berangkat ke Anyer untuk acara perpisahan sekolah.
Sesampainya di Anyer, semua anak, kecuali aku, bermain air, berenang atau hanya makan dipinggir pantai. Aku hanya duduk di lobby hotel membaca buku yang saat ini sedang kusukai, Rich Dad Poor Dad.
“ Nggak main ke pantai?” tanya seseorang lalu duduk di depanku. Aku berhenti membaca sebentar…lalu menjawab
“ Nggak” lantas kembali pada paragraf yang tadi sempat terhenti.
“ Nggak bawa ini ya?!” Pras menjulurkan sun block lotion ke depan hidungku. Darimana dia tahu kalau aku lupa membawa sunblock lotion? Aku mendongak menatapnya penuh rasa heran, jangan-jangan ia telah memata-mataiku.
“ Tau dari mana?” tanyaku cepat
“ Cewe cantik seperti lo nggak mungkin main ke pantai tanpa cairan ajaib ini, iyakan?” tanyanya sambil tersenyum padaku, aneh!
“ Mmm thanks” aku tak menolak tawaran bagusnya. Aku lantas berjalan keluar lobby dan mencari tempat teduh untuk mengoleskan sunblock ke tubuhku. Aku mendapatkan tempat itu. Aku lantas duduk dan mulai mengulaskan lotion itu ke kulitku sampai aku kesulitan menjangkau bagian punggung…
“ Ternyata sudah lengkap pake swimsuit!!” Pras tiba-tiba muncul disebelahku
“ Ya…udah sana main lagi, ngapain lo kesini?” aku mengusirnya karena terusik dengan kehadirannya disampingku
“ Tadi gua liat lo lagi make lotion, sampai lo kesusahan…” Pras tidak melanjutkan kalimatnya, ia menunduk, lalu bangkit dan beranjak pergi
“ Pras! Tunggu…” aku memanggilnya. Pras membalikkan tubuhnya cepat. Wow tubuhnya sangat gagah tertimpa sinar matahari yang memperlihatkan liuk indah tubuh tegap didepanku. Aku terpana sesaat dan aku memperbolehkan ia untuk membantuku mengoleskan sunblock pada punggungku. Ia tersenyum, dan kembali ke tempat semula. Lalu mulai menuangkan lotion ke telapak tangannya, meletakkan tangannya ke punggungku dan meratakan ke seluruh punggungku. Entah mengapa aku merasa…nyaman dengan debaran jantungku yang berdetak cepat. Aku menikmati tiap senti tangan Pras menyentuh kulitku, merasakan kenikmatan pijatan pelan Pras dan hembusan angin pantai.
“ Sudah…sekarang bisa main ke pantai” ujar Pras
“ Belum, tunggu duapuluh menit dulu, baru main ke pantai”
“ Huh! Lama bener sih mau main aja!!” Pras meninggalkan aku, ia kembali ke pantai, berenang bersama temen-temen cowonya.
Setelah duapuluh menit, aku mulai menapaki pasir pantai yang basah, merasakan deburan ombak kecil membasahi kaki dan kain pantai yang melapisi baju renangku. Sungguh indah ciptaan Tuhan ini…
“ Akhirnya…lo turun juga ke pantai” sapa Pras
“ Huh! Lo lagi lo lagi, mau apa sih?” tanyaku ketus kesal karena terus-terusan melihatnya sepanjang hari ini
“ Galak amat sih lo sama gua?”
“ Biar! Terserah gua mau galak kek, mau ramah kek! Gua udah bosen liat tampang lo!”
“ Oh” Pras lantas berhenti. Aku memutuskan untuk terus berjalan. Ia terpaku melihat keangkuhanku. Pras lantas berbalik pergi…
Terbesit rasa bersalah didadaku, tapi kuabaikan begitu mengingat bagaimana ia mengalahkanku saat voting.

Keesokkan harinya aku terbangun dengan perasaan segar dan sedikit pegal karena kurang terbiasa menggunakan springbed yang per-nya kurang nyaman. Aku memutuskan untuk berenang sebelum sarapan.
Saat ditengah kolam, aku merasa sedikit pusing ketika mengeluarkan kepala untuk mengambil nafas. Aku berusaha menghilangkan rasa pusing ini dengan memperlambat laju renangku, tapi tetap saja kepalaku rasanya berputar-putar. Aku tak kuat lagi menahan, aku berusaha untuk terus mengayuh ke pinggir, tapi aku tak kuat, aku…aku tenggelam.
“ Run…lo nggak apa-apakan?” seseorang menepuk-nepuk pipiku. Begitu membuka mata, sosok Pras sedang berada diatasku, wajahnya basah, seluruh tubuhnya basah kuyup, wajahnya sangat lega melihat aku membuka mataku.
“ Run, sukur deh lo nggak apa-apa. Untung ada Pras yang nolong, kalo nggak, tau deh gimana ceritanya” ujar Mela sambil memberikan segelas air untukku
“ Makasih Mel” ujarku lemah, Mela mengangguk membalas dan kerumunanpun mulai bubar, kecuali Pras yang masih menopang tubuhku dipinggir kolam renang. Ia mengelus kepalaku, menggengam tanganku erat.
“ Pasti belum makan ya?” aku mengangguk pelan menjawab pertanyaannya. Ia lantas mengangkatku dan menggendongku ke meja makan.
“ Ihh apaan sih?!” aku berontak untuk turun dari gendongannya
“ Sudah, lo masih lemah, lo makan dulu, baru boleh jalan biasa” ujar Pras datar sambil menurunkanku ke kursi makan. Sebenarnya aku tak menolak kebaikkanmu Pras, hanya aku risih dengan pandangan penasaran semua mata yang melihat ke arah kami.
“ Nah, lo makan sereal aja ya? Biar perutnya hangat. Gua pesen dulu ya” Pras pergi meninggalkan aku sendirian di meja makan.
Setelah beberapa jam setelah kejadian pagi tadi, aku merasa lebih sehat sekarang. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar sore ini. Jalan-jalan dipinggir pantai sepertinya asik juga…
Ternyata benar, suasana yang tenang, deburan ombak membuat pikiranku sedikit rileks. Aku duduk di pinggir pantai, menikmati deburan ombak menyapuku dengan airnya yang jernih. Aku menengokkan sedikit kepalaku ke kiri dan melihat sesosok pria sedang berjalan pelan ke arahku.
“ Ngapain lo kesini?” tanyaku pada Pras yang ikut duduk disebelahku
“ Pengen aja…pengen tau apa yang lo lakukan disini, kaya’nya enak?!” balas Pras kalem
“ Ya...lebih rileks aja! Sunsetnya bagus banget!!”
“ Kalau nyobain metode gua gimana?”
“ Kaya’ gimana?” tanyaku penasaran. Pras lantas meluruskan kakinya, membiarkan semua kakinya basah kuyup tersiram deburan ombak, menutup matanya sambil tersenyum. Sekitar limabelas detik kemudian ia membuka matanya sambil menghembuskan nafas yang panjang dan memandang kearah sunset beach yang sangat indah.
Aku hanya menatap takjub kearahnya, tanpa pikir panjang aku langsung meniru apa yang baru saja Pras lakukan. Benar saja, rasanya pikiranku lebih rileks dan santai.
“ Wow hebat!! Metode lo bagus banget!!” seruku kearahnya
“ Oya? Sukur deh…kali aja bisa bikin lo lebih seneng?!”
“ Ya…rasanya pantai ini lebih bagus…dapet darimana metode tadi?”
“ Dari pertama kita survei, gua tiba-tiba dapetin dan rasanya bener-bener bikin gua lebih enak aja?!” ujar Pras
“ Oh…mmm gua masuk dulu ya?!” ujarku sambil beranjak bangun. Secepat kilat Pras memegang tanganku, menahanku untuk pergi
“ Jangan pergi dulu…sunsetnya belon abis, temenin gua disini ya?” pinta Pras lembut. Aku jadi tersipu mendengar permintaannya, tak kusangka Pras memang baik, beda dengan cowo-cowo yang lain, hanya peduli pada status dan materi. Aku tersenyum setuju kearahnya, lalu duduk disebelahnya.
“ Thanks lo mau nemenin gua” Pras berterima kasih padaku
“ Ya sama-sama. Itung-itung balas jasa tadi pagi”
“ Lo sih nggak sarapan dulu! Besok kalau mau renang sarapan dulu ya?” ujar Pras sambil mengelus kepalaku
“ Ya” jawabku pendek. Sebenarnya saat ini aku berada diambang malu dan senang. Malu karena ternyata sikap burukku terhadapnya selama ini justru dibalas dengan kebaikkan, dan senang karena Pras bersikap sangat manis terhadapku.
Sore itu aku habiskan waktuku dengan Pras menikmati sunset beach bersama.

“ Marun!! Mau ikut ke pasar malam?” tawar Pras ditengah-tengah lobby hotel, terang saja sebagian orang yang berada di ruangan itu mendengar ajakan Pras kepadaku, lalu mendelik kearahku, terutama cewe-cewe. Aku jadi agak malu menjawab pertanyaannya, aku diam saja. Pras lantas menghampiriku yang sedang duduk di sofa.
“ Maukan ikut ke pasar malam? Malam ini yang terakhir lo, jadi sayang kalau nggak ikut!” ajak Pras riang sambil meremas jariku
“ Dimana sih?” nada ketusku keluar lagi, sebenarnya aku tak mau bersikap buruk terhadapnya setelah sore tadi kami menghabiskan waktu bersama, tapi ini harus kulakukan untuk menghindari tatapan judes dari cewe-cewe yang sekarang menatap curiga padaku.
“ Itu di tengah kota, yuk ikut aja, daripada baca buku”
“ Males ah!! Lagian buat apa ke pasar malam?”
“ Kita bisa belanja, buat oleh-oleh. Atau mainin permainan yang biasanya ada di pasar malam, kaya’ komidi putar atau…”
“ Males!!” potongku ketus sambil menutupi wajahku dengan buku dan membiarkan Pras kecewa.
“ Kok gitu sih? Dia-kan niatnya baik?! Pengen lebih deket sama wakilnya sendiri, lo malah ketus begitu” Mela menasihatiku begitu Pras terlihat berjalan sendirian keluar dari hotel
“ Biarin!!” balasku tambah ketus
“ Terserah lo!” Mela pergi dari sampingku. Setelah kepergian Mela, rasa bersalah memenuhi benakku. Benar kata Mela, Pras hanya berusaha bersikap baik terhadapku, mengapa aku justru membalasnya dengan sikap buruk. Aku bangkit dan berlari menuju kamarku, melempar buku dan bergegas memanggil taksi ke pasar malam.
Di pasar malam sangat meriah dengan kelap-kelip lampu, alunan musik ceria, dan hingar-bingar orang yang berlalu-lalang. Aku malayangkan pandanganku mencari Pras, aku ingin meminta maaf kepadanya, aku akan mengubah sikapku terhadapnya.
Jam di tanganku menunjukkan pukul delapan malam, sudah satu jam aku mengitari pasar malam mencari Pras, tapi belum ketemu juga. Capek ah, mungkin segelas jus bisa menyegarkanku lagi. Aku lantas membeli jus dan harum manis, duduk di bangku taman untuk istirahat. Dihadapanku tampak sosok Pras sedang duduk sendiri. Aku yakin itu Pras, akhirnya kutemukan juga dia.
“ Pras?!” aku menyentuh bahunya
“ Gua bukan Pras” ujar cowo itu
“ Gilang? Ma-maaf, gua kira Pras”
“ Pras lagi duduk disana, di pinggir kolam air mancur. Itu disana!” tunjuk Gilang ke arah kolam
“ Makasih” aku lantas menghampiri Pras dari belakangnya, kejutan untuknya.
“ Mau?” tawarku sambil menyodorkan harum manis ke arahnya. Ia melirik ke arahku dingin mengabaikan tawaranku begitu saja. Aku lantas berputar supaya bisa duduk disebelahnya.
“ Ini enak lo, atau mau jus?!” tawarku lagi, ramah sekali
“ Nggak!!” ketus sekali Pras menolak tawaranku. Aku merasa makin bersalah dibuatnya…
“ Maaf…gua selama ini selalu ketus sama lo. Padahal lo selalu baik sama gua, perhatian sama gua..”
“ Kenapa?” tanya Pras memotong kalimat permintaan maafku
“ Hah? Kenapa apa maksudnya?” aku balik bertanya
“ Kenapa lo benci sama gua? Kenapa lo paling nggak suka kalau ada gua? Gua salah apa sama lo?” tanya Pras sambil menatap tajam kearahku
Kali ini aku tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan untukku dengan lugas dan tegas seperti biasanya.
“ Jawab Run” Pras mendesakku. Aku benar-benar sangat ragu dan malu untuk menjawab pertanyaan Pras…tapi, aku harus mengakui semuanya…dengan berat aku mengaku…
“ Lo ngalahin gua saat voting” jawabku datar, berusaha senormal mungkin mengakui kekalahanku
“ Karena voting?” tanya Pras heran
“ Ya…baru saat itu gua dikalahkan oleh orang lain. Gua bener-bener terpukul, kecewa, sekaligus benci sama orang yang ngalahin gua, yaitu lo Pras” aku menjelaskan duduk perkaranya
“ Sampai sekarang lo masih benci sama gua?” tanya Pras lagi
“ Nggak!!” jawabku cepat, yakin sekali dengan jawabanku ini
“ Kenapa?”
“ Lo udah baik sama gua. Lo tulus berbuat baik sama gua, gua tau lo ada niat baik sama gua. Makasih, dan maaf…” aku menunduk menatap ujung sepatuku, berharap Pras mau memaafkanku. Sedetik kemudian Pras meremas jemariku, menarik tanganku dan merangkul bahuku berjalan menuju pasar malam. Aku menatap wajahnya yang riang, senang sekali Pras memaafkanku.
“ Mau naik kincir ria?” tawar Pras
“ Gua takut ketinggian” jawabku cepat
“ Lo mulai ketus lagi sama gua?” tanya Pras kecewa
“ Bukan!!! Asli gua emang phobia ketinggian, kalau lo nggak percaya tanya aja Mela” ujarku menjelaskan. Pras malah menarik tanganku dan memaksaku untuk duduk disebelahnya menaiki kincir ria.
“ Kalau sama gua pasti aman!!” Pras menenangkanku. Aku ketakutan setengah mati. Kututup mataku erat-erat, kugenggam tangan Pras erat, takut sekali…
Rasanya aku sedang berada dipuncak kincir, angin besar meniup rambutku. Pras merangkul bahuku dan meremas jariku. Aku ada dalam pelukkannya saat ini.
“ Ayo buka matanya, bagus banget lo pemandangannya” ajak Pras kalem
“ Nggak mau!!! Takut!!”
“ Coba pelan-pelan buka mata lo…ayo” ajak Pras lagi. Aku menuruti kata-katanya, ku buka perlahan mataku, menatap gelapnya langit dan indahnya kelap-kelip lampu dibawah sana makin mantap dengan tambanhan hembusan angin malam yang semilir lembut. Sesaat setelah menikmati pemandangan indah itu, spontan rasa takut menggerayangi tubuhku, aku langsung mendekap tubuh Pras. Aku berusaha untuk tidak menangis ketakutan, aku tak ingin menunjukkan kelemahanku dihadapan Pras.
“ Tenang Run…its just a game, kalau lo nggak mau lagi, kita bisa turun kok!”
“ Nggak, gua mau coba lagi”
“ Bener?” tanya Pras takjub. Aku menganguk mantap.
Sekali lagi angin kencang berhembus, aku membuka mataku dan menikmati keindahan sesaat pasar malam dibawah sana. Kali ini aku berusaha mengantisipasi rasa takutku, meskipun masih tegang, aku sudah bisa menikmati tegangnya ketinggian. Putaran keempat kincir ria, aku sudah mulai terbiasa dan tidak takut lagi…
“ Hebat!! Lo sekarang udah nggak setakut dan setegang tadi, belajar cepat sekali!!” ujar Pras riang
“ Ya, ternyata gua bisa juga ngilangin phobia gua. Ternyata naik kincir ria asik juga ya?!”
“ Ya” Pras lantas memelukku dan menikmati udara malam bersama.
Setibanya di hotel, Pras tidak langsung menuju kamarnya, tapi mengantarkan aku sampai depan pintu.
“ Makasih ya udah mau nemenin gua ke pasar malam” ujar Pras lembut sambil menggenggam tanganku
“ Gua yang mestinya berterima kasih sama lo. Lo udah ngilangin phobia gua!”
“ Bukan gua yang ngilangin phobia lo, tapi diri lo sendiri”
“ Tapikan dibantu sama lo!”
“ Ok Ok makasih kembali. Udah malam, istirahat, besok kita pulangkan?!” ujar Pras mengingatkan
“ Ya…good night” ujarku pelan, membuka pintu kamarku, beranjak masuk ke kamar. Tiba-tiba Pras menahanku, membalikkan badanku ke arahnya, menarik tubuhku mendekatinya…Pras mencium keningku…
“ Good night, have a nice dream” ujarnya lembut. Aku tersenyum menatapnya, entah mengapa aku membiarkan Pras mencium keningku, tapi biar, aku tak ingin munafik terhadap diriku sendiri yang sekarang sedang tersenyum riang ditempat tidur membayangkan wajah Pras dan hangatnya pelukkannya.

“ Aduuuh kok gua lupa beres-beres mau pulang ya?!” aku mengeluh sendiri
“ Lo sih pulang malam, langsung tidur pula!!” timpal Mela sambil ikut membantu mengepak pakaianku
“ Makasih ya Mel, untung ada lo!”
“ Emang tadi malem kemana sih Run?” tanya Mela bijak
“ Pasar malam”
“ Pasar malam? Kalau lo mau kesana, kenapa waktu diajak sama Pras lo nolak?!” tanya Mela lagi
“ Mmm nggak tau ah!!!”
“ Wah kaya’nya bakalan ada pasangan baru nih” sindir Mela sembari ngeloyor pergi meninggalkan aku yang berdiri terpaku tersenyum tersipu malu mendengar candaan Mela yang cukup masuk diakal.

“ Ke pantai yuk?” ajak Pras, suaranya terdengar sangat semangat sekali
“ Hah? Ini jam 5 subuh Pras…ngapain kita kesana?” tanyaku malas-malasan, yang benar saja, masa aku jalan ke pantai jam segini?
“ Sunrise disini nggak kalah bagus sama sunsetnya, jadi buruan kesini dong!!” pinta Pras lagi. Mendengar alasan Pras yang menarik membuat semangatku bangun dan akupun bergegas menuju pantai.

“ Pagi” sapaku sesampainya di pantai. Pras nampak sedang menikmati hembusan angin sambil menutup matanya rapat-rapat. Wajah Pras yang menenangkan membuatku bergegas duduk disebelahnya, ingin juga menikmati sensasi kedamaian yang sedang ia nikmati saat ini.
“ Pras, lo kok suka banget sama pantai sih?” tanyaku sambil memejamkan mataku
“ Mmm karena pantai sangat indah, tenang dan….”
“ Dan apa?” aku menoleh ke arah Pras yang menghentikan kata-katanya
“ Dan..”
“ Iya…dan apa?” tanyaku penasaran
“ Cantik…sama seperti bidadari yang sekarang ada disebelah gua”
Mendengar kata-kata terakhir Pras menyentuh kalbuku yang selama ini dingin terhadapnya. Apa benar Pras menyukaiku? Apa benar ia tulus? Apa dia hanya main-main saja? Pertanyaan bernadakan curiga terus berdatangan menghantam kepalaku. Kali ini aku tidak menelan mentah-mentah prasangka burukku, justru kali ini aku mencoba untuk membuka pikiranku terhadap Pras. Pras bisa saja benar, jujur dan tulus. Ya…mungkin kali ini Tuhan mengirimkan Pras untukku yang selama ini mengidam-idamkan seorang kekasih yang tulus. Ya, aku makin mantap saja dengan keputusanku untuk bisa menerima keberadaan Pras dihatiku.
“ Kok malah ngelamun?” pertanyaan Pras membuyarkan kemelut di pikiranku.
“ Lagi mikir kok! Apa bener lo tulus ngomong kaya’ gitu? Atau hanya bercanda aja?”
“ Jadi, lo pikir selama ini gua main-main sama lo?” mimik Pras berubah serius, tak enak aku dibuatnya.
“ Bukannya gitu…gua cuman mikir kalau..”
“ Kalau gua suka sama lo? Ya, gua selama ini memang suka banget sama lo. Dari awal kita saingan untuk jadi ketua OSIS gua udah suka sama lo. Sampai detik ini gua masih suka sama lo dan”
“ Kenapa lo tahan dengan sikap dingin gua selama ini? Kenapa lo baru berani sekarang ngedekitin gua?” potongku
“ Gua tahan dengan sikap dingin lo karena gua pikir lo bakalan nggak dendam lagi sama gua kalau nggak gua ladenin! Dan kenapa gua baru deketin lo sekarang karena…”
Aku terkejut mendengar alasan bijaknya mengapa ia bisa bertahan dengan sikapku selama ini. Rasanya saat ini aku makin sayang saja pada Pras. Aku tak menolak ketika Pras mencondongkan tubuhnya ke arahku dan mencium bibirku untuk pertama kalinya.
Aku membuka mataku perlahan menatap sunrise yang menimpa kulitku pagi itu. Rasa basah masih tersisa di bibirku yang tersenyum menatap Pras yang mengulurkan tangannya untuk bangun dan kembali ke hotel.
“ Eh lo langsung ke atas aja ya, gua mau ketemuan dulu sama temen gua di cafĂ©” ujar Pras sewaktu mengantarkan aku kembali ke kamar.
“ Ya, see ya” ujarku riang menuju lift yang sudah terbuka
Pras berjalan cepat menuju cafetaria di pinggir kolam renang. Disana terdapat dua sosok remaja yang sedang mengobrol ringan sambil minum jus jeruk.
“ Sukses?” sapa Bobby, teman Pras, sambil menawarkan tempat duduk disebelahnya.
“ Sukses dong!!! Pras gitu loh!! Cowo gua pasti bisa!!” timpal Mela tak kalah riang
“ Hahaha kalau cuman kissing dia aja, itu sih gampang. Gimana cek gua, udah ready?” ujar Pras kalem sambil meneguk jus jeruk.
R 8 Oktober 2004

Tidak ada komentar: