Aku Marun. Remaja yang menurutku hampir
sempurna. Orang bilang, aku benar-benar anugrah dari Tuhan. Cantik, tinggi
semampai, pintar, memiliki orang tua yang mapan, apapun pasti aku miliki, dan
teman-temanku bilang aku penakluk cowo yang tangguh. Bukannya aku sombong, tapi
itu memang kenyataan, apapun yang aku inginkan pasti kudapatkan. Tapi yang
pasti satu hal yang tidak pernah aku miliki, kekasih, kekasih yang benar-benar
menerima aku apa adanya, bukan karena kecantikkan, kepopuleran atau kekayaanku.
Susah sekali mendapatkan hal itu. Sampai….
“ Pagi Run…eh hari ini lo mau ikut survei ke
Anyer?” tanya Mela, teman sebangkuku
“ Mmm nggak!” jawabku pendek, aku sedang
berkonsentrasi pada soal Fisikaku
“ Run, lo-kan wakil ketua OSIS, masa nggak
ikut survei sih?”
“ Karena gua wakil ketua, makanya gua punya
bawahan yang bisa ngontrol Anyer dan tinggal melaporkan saja ke gua” balasku
datar dan dingin. Aku bisa merasakan Mela menghilangkan senyum di wajahnya,
mungkin kecewa mendengar jawabanku yang memang terlalu ketus padanya. Biar, ini
adalah keputusanku, lagipula aku tak punya waktu untuk hal kecil semacam itu.
Saat pulang sekolah ketika hendak menaiki
mobil, aku dicegat oleh cowo jangkung berbadan tegap, aku langsung membelalak
menatapnya, minggir! Tapi dia tetap di depanku menatapku tajam, apa-apaan dia?
“ Permisi, gua mau masuk ke mobil” ujarku
berusaha sopan
“ Gua akan minggir kalau lo masuk ke mobil
dan bawa tu mobil ke Anyer untuk survei” balas dia dingin. Aku tersenyum licik
menatapnya, who do you think you are? Suruh gua untuk pergi ke Anyer hanya
untuk survei padahal pekerjaan itu bisa dilakukan oleh anggota seksi yang ia
ketuai.
“ Gua mau pulang, bukan ke Anyer hanya untuk
liat-liat doang! Gua punya urusan lain yang lebih penting” lalu aku berjalan
menerobosnya. Tapi cengkraman erat tangannya padaku tak kuasa kutahan. Ia
menarikku masuk ke mobil dan ia mengambil alih tempat kemudi lalu melajukan
mobilku. Hah? Dia benar-benar kurang ajar!!
“ Lo tu kurang kerjaan ya?! Emangnya gua
bolehin lo untuk bawa mobil gua…berhenti!! BERHENTI!!!” aku berteriak ke
arahnya, aku marah besar ketika melihat reaksinya yang tenang, ia terus
menyetir bagai tak ada aku saja
“ Jangan mentang-mentang lo ketua OSIS lantas
lo seenaknya ngatur gua!!” aku melayangkan pukulan ke arahnya. Dengan gesit ia
menahan pukulanku
“ Justru karena gua ketua OSIS gua harus
kontrol kerja bawahan gua. Ingat, lo wakil gua, bawahan gua dalam acara ini.
Jadi jangan macem-macem!!! Lo tinggal duduk aja kok! Biar gua yang nyetir, jadi
lo akan survei ke Anyer tanpa capek-capek nyetir, Ok?!” ia lantas melepaskan
cengkraman tangannya dan kembali menyetir dalam diam. Aku hanya bisa menatapnya
lewat ujung mataku. Dia benar, aku tak bisa menyangkal perkataannya, perkataan
ketua OSIS.
Cowo yang sedang menyetir disebelahku adalah
Wahyu Prasetyo, ketua OSIS, pintar, tegas, tak pernah tertarik pada cewe
(termasuk aku!) dan berwibawa. Aku kalah dalam voting ketua OSIS melawannya.
Kuakui memang ia unggul dalam ketenangan berfikir dan memberikan keputusan yang
tepat dalam hitungan detik saja. Aku jujur saja agak jengkel dengan
keberadaannya disebelahku saat ini. Ia adalah orang yang telah mengambil
kejayaanku sebagai ketua OSIS, dan sekarang malah mengatur kemana aku harus
pergi.
“ Itu pantainya” Pras menunjuk ke arah pantai
yang memiliki hotel dipinggir pantainya. Indah sekali. Aku menatap cepat ke
arah Pras, Pras tampak sangat bahagia dan ada seulas senyum di bibirnya yang
tipis. Sesaat damai rasanya melihat senyumannya yang sangat manis itu, tapi aku
sadar kalau aku tidak menyukainya.
Kami memasuki kompleks pantai tersebut. Hawa
panas langsung menjalar ke seluruh tubuh begitu aku keluar dari mobil.
“ Wah Marun ternyata ikut juga! Katanya nggak
mau” ujar Mela riang dari arah belakangku
“ Pras yang maksa gua” jawabku pendek
“ Gua nggak maksa lo, gua cuman mengingatkan
lo, I’m your leader!” timpal Pras dengan tatapan dinginnya. Mela terpaku dan
bergerak mundur perlahan.
“ Terserah lo, Leader” ujarku sambil ngeluyur
pergi dan merebut kunci mobilku dari tangannya.
Setelah kami selesai menyurvei tempat, hotel,
dan kelengkapan yang lainnya, Pras membolehkan kami untuk menikmati indahnya
pantai sebelum pulang kembali ke Jakarta. Aku cukup puas mendengar
keputusannya. Aku kira ia adalah robot yang tak tau kesenangan bermain air di
pantai.
Aku lantas melepaskan sepatu, duduk ditepi
pantai menikmati semilir angin yang menyejukkan.
“ Nggak main air?” tanya Pras sambil duduk
disebelahku
“ Ngapain lo kesini?” tanyaku ketus, aku tak
mau acara rileksku ini diganggu olehnya
“ Ngajak lo untuk jalan-jalan dipinggir
pantai, ngerasain nyamannya kaki terkena genangan air laut” jawabnya kalem
“ Panas!” balasku lagi
“ Ayo!!” Pras menarik tanganku dan memaksaku
untuk berjalan bersamanya dipinggir pantai yang dihujani terik matahari. Aku
buru-buru menundukkan kepalaku, melindungi diri dari teriknya matahari.
“ Kok nunduk sih? Kan enak ngerasain terik
matahari jatuh ke kulit kita” ujar Pras sambil mendongakkan kepalanya. Gila
dia, panas seperti ini malah berjemur, sinting!
“ Bisa kena kanker kulit tau! Udah ah gua mau
ke mobil” aku meninggalkan Pras sendirian berdiri terpaku melihat kepergianku.
“ Nak, perlengkapannya sudah lengkapkan?”
tanya mama padaku sewaktu aku mempersiapkan barang-barang kebutuhanku untuk ke
Anyer besok.
“ Ya!!” jawabku riang
Keesokkannya kami berangkat ke Anyer untuk
acara perpisahan sekolah.
Sesampainya di Anyer, semua anak, kecuali
aku, bermain air, berenang atau hanya makan dipinggir pantai. Aku hanya duduk
di lobby hotel membaca buku yang saat ini sedang kusukai, Rich Dad Poor Dad.
“ Nggak main ke pantai?” tanya seseorang lalu
duduk di depanku. Aku berhenti membaca sebentar…lalu menjawab
“ Nggak” lantas kembali pada paragraf yang
tadi sempat terhenti.
“ Nggak bawa ini ya?!” Pras menjulurkan sun
block lotion ke depan hidungku. Darimana dia tahu kalau aku lupa membawa
sunblock lotion? Aku mendongak menatapnya penuh rasa heran, jangan-jangan ia
telah memata-mataiku.
“ Tau dari mana?” tanyaku cepat
“ Cewe cantik seperti lo nggak mungkin main
ke pantai tanpa cairan ajaib ini, iyakan?” tanyanya sambil tersenyum padaku,
aneh!
“ Mmm thanks” aku tak menolak tawaran
bagusnya. Aku lantas berjalan keluar lobby dan mencari tempat teduh untuk
mengoleskan sunblock ke tubuhku. Aku mendapatkan tempat itu. Aku lantas duduk
dan mulai mengulaskan lotion itu ke kulitku sampai aku kesulitan menjangkau
bagian punggung…
“ Ternyata sudah lengkap pake swimsuit!!”
Pras tiba-tiba muncul disebelahku
“ Ya…udah sana main lagi, ngapain lo kesini?”
aku mengusirnya karena terusik dengan kehadirannya disampingku
“ Tadi gua liat lo lagi make lotion, sampai
lo kesusahan…” Pras tidak melanjutkan kalimatnya, ia menunduk, lalu bangkit dan
beranjak pergi
“ Pras! Tunggu…” aku memanggilnya. Pras
membalikkan tubuhnya cepat. Wow tubuhnya sangat gagah tertimpa sinar matahari
yang memperlihatkan liuk indah tubuh tegap didepanku. Aku terpana sesaat dan
aku memperbolehkan ia untuk membantuku mengoleskan sunblock pada punggungku. Ia
tersenyum, dan kembali ke tempat semula. Lalu mulai menuangkan lotion ke
telapak tangannya, meletakkan tangannya ke punggungku dan meratakan ke seluruh
punggungku. Entah mengapa aku merasa…nyaman dengan debaran jantungku yang
berdetak cepat. Aku menikmati tiap senti tangan Pras menyentuh kulitku,
merasakan kenikmatan pijatan pelan Pras dan hembusan angin pantai.
“ Sudah…sekarang bisa main ke pantai” ujar
Pras
“ Belum, tunggu duapuluh menit dulu, baru
main ke pantai”
“ Huh! Lama bener sih mau main aja!!” Pras
meninggalkan aku, ia kembali ke pantai, berenang bersama temen-temen cowonya.
Setelah duapuluh menit, aku mulai menapaki
pasir pantai yang basah, merasakan deburan ombak kecil membasahi kaki dan kain
pantai yang melapisi baju renangku. Sungguh indah ciptaan Tuhan ini…
“ Akhirnya…lo turun juga ke pantai” sapa Pras
“ Huh! Lo lagi lo lagi, mau apa sih?” tanyaku
ketus kesal karena terus-terusan melihatnya sepanjang hari ini
“ Galak amat sih lo sama gua?”
“ Biar! Terserah gua mau galak kek, mau ramah
kek! Gua udah bosen liat tampang lo!”
“ Oh” Pras lantas berhenti. Aku memutuskan
untuk terus berjalan. Ia terpaku melihat keangkuhanku. Pras lantas berbalik
pergi…
Terbesit rasa bersalah didadaku, tapi
kuabaikan begitu mengingat bagaimana ia mengalahkanku saat voting.
Keesokkan harinya aku terbangun dengan
perasaan segar dan sedikit pegal karena kurang terbiasa menggunakan springbed
yang per-nya kurang nyaman. Aku memutuskan untuk berenang sebelum sarapan.
Saat ditengah kolam, aku merasa sedikit
pusing ketika mengeluarkan kepala untuk mengambil nafas. Aku berusaha
menghilangkan rasa pusing ini dengan memperlambat laju renangku, tapi tetap
saja kepalaku rasanya berputar-putar. Aku tak kuat lagi menahan, aku berusaha
untuk terus mengayuh ke pinggir, tapi aku tak kuat, aku…aku tenggelam.
“ Run…lo nggak apa-apakan?” seseorang
menepuk-nepuk pipiku. Begitu membuka mata, sosok Pras sedang berada diatasku,
wajahnya basah, seluruh tubuhnya basah kuyup, wajahnya sangat lega melihat aku
membuka mataku.
“ Run, sukur deh lo nggak apa-apa. Untung ada
Pras yang nolong, kalo nggak, tau deh gimana ceritanya” ujar Mela sambil
memberikan segelas air untukku
“ Makasih Mel” ujarku lemah, Mela mengangguk
membalas dan kerumunanpun mulai bubar, kecuali Pras yang masih menopang tubuhku
dipinggir kolam renang. Ia mengelus kepalaku, menggengam tanganku erat.
“ Pasti belum makan ya?” aku mengangguk pelan
menjawab pertanyaannya. Ia lantas mengangkatku dan menggendongku ke meja makan.
“ Ihh apaan sih?!” aku berontak untuk turun
dari gendongannya
“ Sudah, lo masih lemah, lo makan dulu, baru
boleh jalan biasa” ujar Pras datar sambil menurunkanku ke kursi makan.
Sebenarnya aku tak menolak kebaikkanmu Pras, hanya aku risih dengan pandangan
penasaran semua mata yang melihat ke arah kami.
“ Nah, lo makan sereal aja ya? Biar perutnya
hangat. Gua pesen dulu ya” Pras pergi meninggalkan aku sendirian di meja makan.
Setelah beberapa jam setelah kejadian pagi
tadi, aku merasa lebih sehat sekarang. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan
sebentar sore ini. Jalan-jalan dipinggir pantai sepertinya asik juga…
Ternyata benar, suasana yang tenang, deburan
ombak membuat pikiranku sedikit rileks. Aku duduk di pinggir pantai, menikmati
deburan ombak menyapuku dengan airnya yang jernih. Aku menengokkan sedikit
kepalaku ke kiri dan melihat sesosok pria sedang berjalan pelan ke arahku.
“ Ngapain lo kesini?” tanyaku pada Pras yang
ikut duduk disebelahku
“ Pengen aja…pengen tau apa yang lo lakukan
disini, kaya’nya enak?!” balas Pras kalem
“ Ya...lebih rileks aja! Sunsetnya bagus
banget!!”
“ Kalau nyobain metode gua gimana?”
“ Kaya’ gimana?” tanyaku penasaran. Pras
lantas meluruskan kakinya, membiarkan semua kakinya basah kuyup tersiram
deburan ombak, menutup matanya sambil tersenyum. Sekitar limabelas detik
kemudian ia membuka matanya sambil menghembuskan nafas yang panjang dan
memandang kearah sunset beach yang sangat indah.
Aku hanya menatap takjub kearahnya, tanpa
pikir panjang aku langsung meniru apa yang baru saja Pras lakukan. Benar saja,
rasanya pikiranku lebih rileks dan santai.
“ Wow hebat!! Metode lo bagus banget!!”
seruku kearahnya
“ Oya? Sukur deh…kali aja bisa bikin lo lebih
seneng?!”
“ Ya…rasanya pantai ini lebih bagus…dapet
darimana metode tadi?”
“ Dari pertama kita survei, gua tiba-tiba
dapetin dan rasanya bener-bener bikin gua lebih enak aja?!” ujar Pras
“ Oh…mmm gua masuk dulu ya?!” ujarku sambil
beranjak bangun. Secepat kilat Pras memegang tanganku, menahanku untuk pergi
“ Jangan pergi dulu…sunsetnya belon abis,
temenin gua disini ya?” pinta Pras lembut. Aku jadi tersipu mendengar
permintaannya, tak kusangka Pras memang baik, beda dengan cowo-cowo yang lain,
hanya peduli pada status dan materi. Aku tersenyum setuju kearahnya, lalu duduk
disebelahnya.
“ Thanks lo mau nemenin gua” Pras berterima
kasih padaku
“ Ya sama-sama. Itung-itung balas jasa tadi
pagi”
“ Lo sih nggak sarapan dulu! Besok kalau mau
renang sarapan dulu ya?” ujar Pras sambil mengelus kepalaku
“ Ya” jawabku pendek. Sebenarnya saat ini aku
berada diambang malu dan senang. Malu karena ternyata sikap burukku terhadapnya
selama ini justru dibalas dengan kebaikkan, dan senang karena Pras bersikap sangat
manis terhadapku.
Sore itu aku habiskan waktuku dengan Pras
menikmati sunset beach bersama.
“ Marun!! Mau ikut ke pasar malam?” tawar
Pras ditengah-tengah lobby hotel, terang saja sebagian orang yang berada di
ruangan itu mendengar ajakan Pras kepadaku, lalu mendelik kearahku, terutama
cewe-cewe. Aku jadi agak malu menjawab pertanyaannya, aku diam saja. Pras
lantas menghampiriku yang sedang duduk di sofa.
“ Maukan ikut ke pasar malam? Malam ini yang
terakhir lo, jadi sayang kalau nggak ikut!” ajak Pras riang sambil meremas
jariku
“ Dimana sih?” nada ketusku keluar lagi,
sebenarnya aku tak mau bersikap buruk terhadapnya setelah sore tadi kami
menghabiskan waktu bersama, tapi ini harus kulakukan untuk menghindari tatapan
judes dari cewe-cewe yang sekarang menatap curiga padaku.
“ Itu di tengah kota, yuk ikut aja, daripada
baca buku”
“ Males ah!! Lagian buat apa ke pasar malam?”
“ Kita bisa belanja, buat oleh-oleh. Atau
mainin permainan yang biasanya ada di pasar malam, kaya’ komidi putar atau…”
“ Males!!” potongku ketus sambil menutupi
wajahku dengan buku dan membiarkan Pras kecewa.
“ Kok gitu sih? Dia-kan niatnya baik?! Pengen
lebih deket sama wakilnya sendiri, lo malah ketus begitu” Mela menasihatiku
begitu Pras terlihat berjalan sendirian keluar dari hotel
“ Biarin!!” balasku tambah ketus
“ Terserah lo!” Mela pergi dari sampingku.
Setelah kepergian Mela, rasa bersalah memenuhi benakku. Benar kata Mela, Pras
hanya berusaha bersikap baik terhadapku, mengapa aku justru membalasnya dengan
sikap buruk. Aku bangkit dan berlari menuju kamarku, melempar buku dan bergegas
memanggil taksi ke pasar malam.
Di pasar malam sangat meriah dengan
kelap-kelip lampu, alunan musik ceria, dan hingar-bingar orang yang
berlalu-lalang. Aku malayangkan pandanganku mencari Pras, aku ingin meminta
maaf kepadanya, aku akan mengubah sikapku terhadapnya.
Jam di tanganku menunjukkan pukul delapan
malam, sudah satu jam aku mengitari pasar malam mencari Pras, tapi belum ketemu
juga. Capek ah, mungkin segelas jus bisa menyegarkanku lagi. Aku lantas membeli
jus dan harum manis, duduk di bangku taman untuk istirahat. Dihadapanku tampak
sosok Pras sedang duduk sendiri. Aku yakin itu Pras, akhirnya kutemukan juga
dia.
“ Pras?!” aku menyentuh bahunya
“ Gua bukan Pras” ujar cowo itu
“ Gilang? Ma-maaf, gua kira Pras”
“ Pras lagi duduk disana, di pinggir kolam
air mancur. Itu disana!” tunjuk Gilang ke arah kolam
“ Makasih” aku lantas menghampiri Pras dari
belakangnya, kejutan untuknya.
“ Mau?” tawarku sambil menyodorkan harum
manis ke arahnya. Ia melirik ke arahku dingin mengabaikan tawaranku begitu
saja. Aku lantas berputar supaya bisa duduk disebelahnya.
“ Ini enak lo, atau mau jus?!” tawarku lagi,
ramah sekali
“ Nggak!!” ketus sekali Pras menolak
tawaranku. Aku merasa makin bersalah dibuatnya…
“ Maaf…gua selama ini selalu ketus sama lo.
Padahal lo selalu baik sama gua, perhatian sama gua..”
“ Kenapa?” tanya Pras memotong kalimat
permintaan maafku
“ Hah? Kenapa apa maksudnya?” aku balik
bertanya
“ Kenapa lo benci sama gua? Kenapa lo paling
nggak suka kalau ada gua? Gua salah apa sama lo?” tanya Pras sambil menatap
tajam kearahku
Kali ini aku tidak bisa menjawab pertanyaan
yang diajukan untukku dengan lugas dan tegas seperti biasanya.
“ Jawab Run” Pras mendesakku. Aku benar-benar
sangat ragu dan malu untuk menjawab pertanyaan Pras…tapi, aku harus mengakui
semuanya…dengan berat aku mengaku…
“ Lo ngalahin gua saat voting” jawabku datar,
berusaha senormal mungkin mengakui kekalahanku
“ Karena voting?” tanya Pras heran
“ Ya…baru saat itu gua dikalahkan oleh orang
lain. Gua bener-bener terpukul, kecewa, sekaligus benci sama orang yang
ngalahin gua, yaitu lo Pras” aku menjelaskan duduk perkaranya
“ Sampai sekarang lo masih benci sama gua?”
tanya Pras lagi
“ Nggak!!” jawabku cepat, yakin sekali dengan
jawabanku ini
“ Kenapa?”
“ Lo udah baik sama gua. Lo tulus berbuat
baik sama gua, gua tau lo ada niat baik sama gua. Makasih, dan maaf…” aku
menunduk menatap ujung sepatuku, berharap Pras mau memaafkanku. Sedetik
kemudian Pras meremas jemariku, menarik tanganku dan merangkul bahuku berjalan
menuju pasar malam. Aku menatap wajahnya yang riang, senang sekali Pras
memaafkanku.
“ Mau naik kincir ria?” tawar Pras
“ Gua takut ketinggian” jawabku cepat
“ Lo mulai ketus lagi sama gua?” tanya Pras
kecewa
“ Bukan!!! Asli gua emang phobia ketinggian,
kalau lo nggak percaya tanya aja Mela” ujarku menjelaskan. Pras malah menarik
tanganku dan memaksaku untuk duduk disebelahnya menaiki kincir ria.
“ Kalau sama gua pasti aman!!” Pras
menenangkanku. Aku ketakutan setengah mati. Kututup mataku erat-erat, kugenggam
tangan Pras erat, takut sekali…
Rasanya aku sedang berada dipuncak kincir,
angin besar meniup rambutku. Pras merangkul bahuku dan meremas jariku. Aku ada
dalam pelukkannya saat ini.
“ Ayo buka matanya, bagus banget lo pemandangannya”
ajak Pras kalem
“ Nggak mau!!! Takut!!”
“ Coba pelan-pelan buka mata lo…ayo” ajak
Pras lagi. Aku menuruti kata-katanya, ku buka perlahan mataku, menatap gelapnya
langit dan indahnya kelap-kelip lampu dibawah sana makin mantap dengan
tambanhan hembusan angin malam yang semilir lembut. Sesaat setelah menikmati
pemandangan indah itu, spontan rasa takut menggerayangi tubuhku, aku langsung
mendekap tubuh Pras. Aku berusaha untuk tidak menangis ketakutan, aku tak ingin
menunjukkan kelemahanku dihadapan Pras.
“ Tenang Run…its just a game, kalau lo nggak
mau lagi, kita bisa turun kok!”
“ Nggak, gua mau coba lagi”
“ Bener?” tanya Pras takjub. Aku menganguk
mantap.
Sekali lagi angin kencang berhembus, aku
membuka mataku dan menikmati keindahan sesaat pasar malam dibawah sana. Kali
ini aku berusaha mengantisipasi rasa takutku, meskipun masih tegang, aku sudah
bisa menikmati tegangnya ketinggian. Putaran keempat kincir ria, aku sudah
mulai terbiasa dan tidak takut lagi…
“ Hebat!! Lo sekarang udah nggak setakut dan
setegang tadi, belajar cepat sekali!!” ujar Pras riang
“ Ya, ternyata gua bisa juga ngilangin phobia
gua. Ternyata naik kincir ria asik juga ya?!”
“ Ya” Pras lantas memelukku dan menikmati
udara malam bersama.
Setibanya di hotel, Pras tidak langsung menuju kamarnya, tapi mengantarkan
aku sampai depan pintu.
“ Makasih ya udah mau nemenin gua ke pasar
malam” ujar Pras lembut sambil menggenggam tanganku
“ Gua yang mestinya berterima kasih sama lo.
Lo udah ngilangin phobia gua!”
“ Bukan gua yang ngilangin phobia lo, tapi
diri lo sendiri”
“ Tapikan dibantu sama lo!”
“ Ok Ok makasih kembali. Udah malam,
istirahat, besok kita pulangkan?!” ujar Pras mengingatkan
“ Ya…good night” ujarku pelan, membuka pintu
kamarku, beranjak masuk ke kamar. Tiba-tiba Pras menahanku, membalikkan badanku
ke arahnya, menarik tubuhku mendekatinya…Pras mencium keningku…
“ Good night, have a nice dream” ujarnya
lembut. Aku tersenyum menatapnya, entah mengapa aku membiarkan Pras mencium
keningku, tapi biar, aku tak ingin munafik terhadap diriku sendiri yang
sekarang sedang tersenyum riang ditempat tidur membayangkan wajah Pras dan
hangatnya pelukkannya.
“ Aduuuh kok gua lupa beres-beres mau pulang
ya?!” aku mengeluh sendiri
“ Lo sih pulang malam, langsung tidur pula!!”
timpal Mela sambil ikut membantu mengepak pakaianku
“ Makasih ya Mel, untung ada lo!”
“ Emang tadi malem kemana sih Run?” tanya
Mela bijak
“ Pasar malam”
“ Pasar malam? Kalau lo mau kesana, kenapa
waktu diajak sama Pras lo nolak?!” tanya Mela lagi
“ Mmm nggak tau ah!!!”
“ Wah kaya’nya bakalan ada pasangan baru nih”
sindir Mela sembari ngeloyor pergi meninggalkan aku yang berdiri terpaku
tersenyum tersipu malu mendengar candaan Mela yang cukup masuk diakal.
“ Ke pantai yuk?” ajak Pras, suaranya
terdengar sangat semangat sekali
“ Hah? Ini jam 5 subuh Pras…ngapain kita
kesana?” tanyaku malas-malasan, yang benar saja, masa aku jalan ke pantai jam
segini?
“ Sunrise disini nggak kalah bagus sama
sunsetnya, jadi buruan kesini dong!!” pinta Pras lagi. Mendengar alasan Pras
yang menarik membuat semangatku bangun dan akupun bergegas menuju pantai.
“ Pagi” sapaku sesampainya di pantai. Pras
nampak sedang menikmati hembusan angin sambil menutup matanya rapat-rapat.
Wajah Pras yang menenangkan membuatku bergegas duduk disebelahnya, ingin juga
menikmati sensasi kedamaian yang sedang ia nikmati saat ini.
“ Pras, lo kok suka banget sama pantai sih?”
tanyaku sambil memejamkan mataku
“ Mmm karena pantai sangat indah, tenang
dan….”
“ Dan apa?” aku menoleh ke arah Pras yang
menghentikan kata-katanya
“ Dan..”
“ Iya…dan apa?” tanyaku penasaran
“ Cantik…sama seperti bidadari yang sekarang
ada disebelah gua”
Mendengar kata-kata terakhir Pras menyentuh
kalbuku yang selama ini dingin terhadapnya. Apa benar Pras menyukaiku? Apa
benar ia tulus? Apa dia hanya main-main saja? Pertanyaan bernadakan curiga
terus berdatangan menghantam kepalaku. Kali ini aku tidak menelan mentah-mentah
prasangka burukku, justru kali ini aku mencoba untuk membuka pikiranku terhadap
Pras. Pras bisa saja benar, jujur dan tulus. Ya…mungkin kali ini Tuhan
mengirimkan Pras untukku yang selama ini mengidam-idamkan seorang kekasih yang
tulus. Ya, aku makin mantap saja dengan keputusanku untuk bisa menerima
keberadaan Pras dihatiku.
“ Kok malah ngelamun?” pertanyaan Pras
membuyarkan kemelut di pikiranku.
“ Lagi mikir kok! Apa bener lo tulus ngomong
kaya’ gitu? Atau hanya bercanda aja?”
“ Jadi, lo pikir selama ini gua main-main
sama lo?” mimik Pras berubah serius, tak enak aku dibuatnya.
“ Bukannya gitu…gua cuman mikir kalau..”
“ Kalau gua suka sama lo? Ya, gua selama ini
memang suka banget sama lo. Dari awal kita saingan untuk jadi ketua OSIS gua
udah suka sama lo. Sampai detik ini gua masih suka sama lo dan”
“ Kenapa lo tahan dengan sikap dingin gua
selama ini? Kenapa lo baru berani sekarang ngedekitin gua?” potongku
“ Gua tahan dengan sikap dingin lo karena gua
pikir lo bakalan nggak dendam lagi sama gua kalau nggak gua ladenin! Dan kenapa
gua baru deketin lo sekarang karena…”
Aku terkejut mendengar alasan bijaknya
mengapa ia bisa bertahan dengan sikapku selama ini. Rasanya saat ini aku makin
sayang saja pada Pras. Aku tak menolak ketika Pras mencondongkan tubuhnya ke
arahku dan mencium bibirku untuk pertama kalinya.
Aku membuka mataku perlahan menatap sunrise
yang menimpa kulitku pagi itu. Rasa basah masih tersisa di bibirku yang
tersenyum menatap Pras yang mengulurkan tangannya untuk bangun dan kembali ke
hotel.
“ Eh lo langsung ke atas aja ya, gua mau
ketemuan dulu sama temen gua di cafĂ©” ujar Pras sewaktu mengantarkan aku kembali
ke kamar.
“ Ya, see ya” ujarku riang menuju lift yang
sudah terbuka
Pras berjalan cepat menuju cafetaria di
pinggir kolam renang. Disana terdapat dua sosok remaja yang sedang mengobrol
ringan sambil minum jus jeruk.
“ Sukses?” sapa Bobby, teman Pras, sambil
menawarkan tempat duduk disebelahnya.
“ Sukses dong!!! Pras gitu loh!! Cowo gua
pasti bisa!!” timpal Mela tak kalah riang
“ Hahaha kalau cuman kissing dia aja, itu sih
gampang. Gimana cek gua, udah ready?” ujar Pras kalem sambil meneguk jus jeruk.
R 8 Oktober 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar