Selasa, 16 Juli 2013

The Shoulder To Cry On



Aku tersenyum puas menyadari posisi dan keadaanku sekarang. Aku adalah mahasiswa PTN favorit se-Indonesia. Setelah perjuangan mati-matianku menembus SPMB akhirnya aku mendapatkan keberuntungan ini dan menikmati hasil kerjaku sekarang.
“ Anak baru ya?” tanya seseorang di belakangku
“ Iya” jawabku riang
“ Ayo cepat masuk barisan sana!!!” bentaknya, aku langsung berlari mematuhi perintahnya. Ya, aku sekarang sedang dalam masa orientasi, jadi wajar saja aku dibentak-bentak mahasiswa lain yang lebih tinggi tingkat semesternya. Aku menikmati masa-masa ini, karena ini pasti akan menjadi moment indah yang tak akan terlupakan sepanjang masa.
“ Marun?” tanya seseorang di depanku, aku mendongakkan kepalaku, sedikit terkejut karena ternyata orang yang baru saja memanggilku adalah
“ Setyo? Wah hebat ya jadi salah satu panitia ospek… Apa kabar?” sapaku ramah
“ Baik…elo gimana?” balasnya tak kalah ramah seperti dulu
“ Baik juga, well you can see, I become your junior mate again!!” jawabku
“ Sure…Psst jangan keras-keras, nanti yang lain denger kita ngobrol, lo bisa dihukum!” ujarnya sambil menempelkan jari telunjuknya ke mulut tipis dan merona merah itu. Aku menganguk setuju lantas kembali mengerjakan tugas yang diberikan seniorku untuk menggambarkan peta denah kampusku.
“ Masih belon selesai?? Dasar pemalas!!” senior yang memberikan tugas padaku datang dan langsung membentakku begitu melihat hasil kerjaku yang belum selesai, “ CEPETAN DONG!! MASA GITU AJA NGGAK BECUS SIH?” bentaknya lagi. Ih biasa dong!! Gerutuku dalam hati
“ Udah dong Rasti…lagiankan bentar lagi juga selesai” bela Setyo
“ Ih lo malah belain dia lagi…Heh anak baru, kamu udah ngapain dia? Ngerayu ya?” bentaknya lagi padaku sambil melotot padaku
“ Nggak, saya sedang ngerjain ini kok!! Nggak ngerayu dia!! Kegatelan amat!!” balasku sedikit sengit, menurutku dia agak keterlaluan galaknya pada junior seperti aku yang sedang di ospek
“ Heh!! Berani ngelawan ya?” tantangnya
“ Bukannya ngelawan, cuman ngejawab pertanyaan anda saja kok!” balas ku kalem, aku tau apa konsekuensi bicara seperti itu di hadapannya. Dan benar saja, setelah mendengar ucapanku ia langsung menghukumku dengan push-up sebanyak 50 kali. Biar, aku sudah biasa melakukan ini tiap kali aku latihan Taekwondo semasa SMA dulu.
“ Sabar ya..dia memang nyebelin gitu kalau lagi PMS, gua tinggal dulu ya?” hibur Setyo sewaktu aku melakukan hukuman yang ku balas senyuman tanda aku akan baik-baik saja
Wah tak kusangka aku akan sekampus lagi bersama mantan kekasihku sewaktu di SMA. Mudah-mudahan saja ia bisa menjadi teman baik untukku sekaligus pembimbing karena aku benar-benar nol tentang Jakarta.
“ Jadi Setyo itu mantan lo Run?” tanya Bella, teman baruku di kampus, tak percaya ketika kami berjalan pulang setelah seharian di kampus menjalani masa ospek kami
“ Yep, kita pacaran sewaktu gua kelas satu dan dia kelas tiga. Jadi pengen ketawa kalau nginget masa indah itu. Benar-benar moment yang sangat indah buat gua” jawabku sambil tersenyum
“ Masa’ sih lo nggak tau kalau dia kuliah disini?” tanya Bella lagi
“ Nggak, soalnya kita nggak komunikasi lagi setelah putus”
“ Kenapa?” tanya Bella, mmm jawab nggak ya? Karena sebenarnya menyakitkan sekali kalau mengingat kejadian yang satu itu. Kami putus nggak baik-baik. Dia kira aku menduakan dia dengan Dito, sahabat karibnya sendiri, padahal hal itu tidak benar, karena aku sangat menyayangi Setyo dan sama sekali tak ada niatan buruk untuk menghianatinya, sama sekali tak ada. Sudahlah, lebih baik Bella tak tau, jadi kubalas saja pertanyaannya itu dengan seulas senyuman lebar dan buru-buru mengganti topik pembicaraan sore itu.

“ Pagi Run” sapa seseorang dibelakangku yang suaranya sangat aku kenali
“ Pagi juga, Setyo kok dateng pagi sih?” aku balas menyapa
“ Wes, kalo manggil gua harus pake ‘kak’ dong…” ujarnya
“ Sori,,, tapikan ini kuliah, bukan kaya’ SMA lagi harus pakai ‘kak’ segala” balasku cepat
“ Hahaha bercanda Run…kamu masih kaya’ dulu ya? Masih seorang pemberontak kalau prinsipnya diganggu orang lain” ujarnya kalem sambil duduk di kursi taman kampus, dia mengajakku untuk duduk di sebelahnya
“ Hehehe lo juga masih kaya’ dulu. Masih sok baik sama adik kelas” candaku
“ Hahaha emang gua baik kok!!”
“ Inget nggak kita ketemu juga pas gua lagi di MOS jugakan?” tanyaku kembali mengingat masa lalu
“ Pastilah…gara-gara MOS kita bisa pacaran” jawabnya pelan. Mendengar jawabnya membuat aku merasa bersalah karena telah membuka kembali luka hubungan cinta kami dulu.
“ Ma-maaf ya…Mmm kok lo nggak ngasih tau gua sih kalo lo kuliah disini?” tanyaku dengan nada riang berusaha mengembalikan suasana yang lebih nyaman
“ Lo juga nggak kasih tau gua kalau lo jadinya ke sini” balasnya
“ Nomor telfon lo udah ganti sih…jadi gua bingung gimana caranya ngontak lo, lagiankan kita udah bisa ngobrol, face to face pula!!” ujarku riang
“ Ya, nih nomor gua yang baru. Lo telfon gua kapan aja pasti gua layanin Ok?!!…O iya, kok jadinya Kedokteran Mbak?” tanyanya penasaran, “ Bukannya lo dulu ngotot pengen masuk Mesin?”
“ Mmm iya, nggak tau kenapa tiba-tiba gua dikasih mimpi yang isinya ngejelasin bahwa gua lebih baik ambil jurusan ini kalau gua mampu. Well you see, gua mampukan?”
“ Ya, kita bisa jadi Dokter bareng dong?” godanya
“ Tergantung…kalau gua lebih cepet lulus daripada lo, jelas kita nggak bisa jadi dokter bareng” balasku asal
“ Yee ni anak masih ada aja ngeyelnya, gua buktikan kalau gua tuh bakalan jauh lebih dulu lulus daripada lo” balasnya antusias
“ Ya pasti-lah…mikir dong Mas, lo-kan masuknya lebih dulu tiga tahun daripada gua, jelas aja kalau lo lulus duluan” yang diiringi tawa lepas Setyo dibelahku

“ Kamu ngapain sih sama tu cewe di taman tadi pagi” tanya Rasti curiga pada Setyo
“ Cewe yang mana?” Setyo balas bertanya
“ Anak baru yang waktu itu lo sapa waktu masa ospek” jawab Rasti ketus
“ Ooo Marun”
“ Lo tau namanya? Hebat!!! Perhatian banget sih sama dia?”
“ Udah deh jangan macem-macem, dia tuh adik kelas gua waktu kita SMA. Udah puas?” jawab Setyo menenangkan Rasti yang gelisah
“ Bener cuman adik kelas?” tanya Rasti manja
“ Iya” jawab Setyo pendek
“ Ya udah, maafin kecurigaan gua ya? Itu karena gua sayang banget sama lo” Rasti lalu memeluk Setyo. Setyo membalas pelukkan itu dengan kecupan manis yang mendarat di kening Rasti. Aku melihat adegan romantis itu berlangsung, maklum tempat parkir adalah tempat umum, jadi wajar saja kalau tak sengaja aku melihat kejadian itu. Setelah melihat kejadian itu aku terdiam memikirkan betapa beruntungnya Rasti menjadi kekasih Setyo. Jujur saja aku masih ada perasaan pada Setyo, aku tak akan melupakan first love-ku selamanya. Bagiku Setyo adalah cowo yang pantas aku simpan selalu dalam hatiku yang paling dalam, tapi itu tak akan mungkin terbalas, karena sekarang aku tahu kalau Rasti adalah kekasih Setyo. Lebih baik lupakan dia dan cari cowo lain…

“ Marun!!” panggi Setyo sambil berlari kecil ke arahku. Aku membalikkan badan dan mendapati Setyo sedang kahabisan nafas dihadapanku.
“ Lo kenapa kudu lari-larian segala sih?” tanyaku membantu Setyo duduk di kursi taman
“ A-abis..lo nggak denger melulu!” jawabnya masih dalam keadaan terengah-engah
“ Nih minum dulu” ujarku sambil menyodorkan air mineral padanya, ia langsung meneguk sampai habis dan mengeluarkan sesuatu yang tampak seperti CD
“ Ini…gua mau lo liat ini” ujarnya sambil memberikan CD berwarna biru, warna kesukaan kami berdua, padaku. Tapi sebelum CD itu sampai ke tanganku seseorang telah merebut CD itu dari tangan Setyo
“ CD apa ini?” ujar Rasti
“ Heh…Rasti?” tanya Setyo terkejut melihat kekasihnya
“ Iya ini gua Rasti, kenapa? Kaget ya?” ujarnya ketus, “ Ini CD apa? Kok dikasih ke dia sih?” tanyanya sambil mendelik ke arahku, jelas saja aku ingin segera membalas delikkan matanya dengan kata-kata pedas yang sebentar lagi keluar dari mulutku, tapi Setyo keburu menjawab pertanyaan Rasti
“ Itu CD punya dia, gua kembaliin karena dia perlu untuk proyek bandnya dia” Setyo berbohong, “ Iyakan Run?” tanyanya padaku untuk membuat Rasti percaya, yang langsung mendapat persetujuanku
“ Ooo lo anak band juga? Pegang apa?” tanya Rasti padaku sambil memberikan CD biru itu padaku
“ Gua pegang gitar rhytem, thanks” jawabku datar
“ Yuk pergi yuk?” ajak Rasti pada Setyo sambil menarik pergi Setyo. Sambil berjalan Setyo membalikkan kepalanya dan bicara ‘ Buka’ tanpa suara padaku, aku tersenyum dan mengacungkan jempolku kearahnya tanda pasti akan kubaca sesampainya aku pulang nanti.
Aku buru-buru pulang sehabis kuliah. Tetap saja aku harus bersabar lebih lama karena aku harus menghadapi kemacetan Jakarta sebelum sampai di rumah dan membaca apa isi CD yang tadi pagi diberikan Setyo padaku. Ahh andai saja aku punya mobil, pasti aku akan lewat tol dan sampai dirumah lebih cepat.
Sesampainya di rumah aku langsung berlari menuju kamarku. Tanpa ganti baju atau sekedar cuci muka, aku langsung menghidupkan komputer dan membuka apa isi CD biru itu. Dag, dig, dug, jantungku dibuatnya. Ternyata CD itu adalah..
“ Apa? Inikan foto-foto kita waktu kita masih pacaran dulu? Lagu ini pula?” ujarku pada diriku sendiri. Aku keheranan, apa maksud Setyo memberikan ini? Apakah ia ingin kembali mengingat masa lalu yang indah itu? Atau hanya sekedar ingin menunjukkan kenangan ini tanpa maksud lain?
And when you need a shoulder to cry on
When you need a friend to rely

And when the whole world was gone you won’t be alone

‘Coz I’ll be there

I’ll be your shoulder to cry on

I’ll be there… I’ll be a friend to rely

And when the whole world was gone you won’t be alone

‘Coz I’ll be there
Lirik lagu yang sedang bersenandung sekarang mengingatkan ku pada saat aku menangis di pelukkannya karena aku merasa tak kuat menjalani hari yang sangat berat karena ayahku telah meninggal. Di mobil Setyo saat kami menyatakan menjadi sepasang kekasihpun diiringi lagu milik Tommy Paige ini. Aduh…kok jadi kembali ke masa lalu disaat aku ingin membuat pengalaman baru saat ini. Mengapa Setyo memberikan aku CD ini? Apa maksudnya? Rasa penasaranku yang besar akhirnya mengalahkan egoku untuk tidak menghubungi Setyo.
“ Setyo? Ini Marun” sapaku ragu
“ Marun? Ada apa? Tumben telfon, gimana udah diliat CD-nya? Baguskan? Suka nggak? Ada yang perlu diedit lagi?” pertanyaan Setyo ngantri bak kereta api membuatku bingung harus menjawab yang mana
“ Satu-satu dong nanyanya…gua bingung jawab yang mana dulu?!” balasku
“ Iya-iya, gimana suka nggak?” tanyanya, saat aku ingin menjawab pertanyaannya tiba-tiba ibuku memanggilku
“ Aduh udah dulu ya nelfonnya, gua dipanggil sama ibu gua, see you tommorow” ujarlu cepat sambil menutup telefon dan menghampiri ibuku yang membutuhkan bantuanku untuk menyetrika baju.

“ Marun!! Hei…apa kabar?” sapa Setyo sepulang kuliah
“ Hei… baik. Mau pulang?” tanyaku
“ Ya..Mmm kita pulang bareng yuk?” tawarnya sambil menarik tanganku
“ Eeee cewe lo gimana?” aku berusaha menahannya
“ Ahh dia lagi sama temen-temennya…lagian kita nggak akan ketemuan kok! Ayo!” Setyo memaksaku masuk ke mobilnya
“ Wah…keren banget mobilnya?!” aku terkagum-kagum menikmati suasana high class mobil Setyo, “ Kok ganti mobil lagi? Padahal mobil yang dulu pasti belum rusak!”
“ Itukan mobil SMA, sekarang gua kuliah, semester lima pula, masa mobilnya itu-itu juga?” jawabnya sambil melajukan mobilnya keluar kampus
“ Dasar orang kaya…ganti mobil kaya ganti baju aja” ujarku datar
“ Apa? Dari dulu lo tuh tetep aja kalo ngejek gua, masih standar!!” balasnya
“ Biarin…lagipula emang benerkan?” balasku
“ O iya, gimana…suka CD-nya nggak?” tanya Setyo antusias
“ Hehehe iya…gua suka banget!! Eh setel radio ya?” ujarku sambil menyalakan radio yang langsung terdengar lagu…Shoulder to cry on nya Tommy Paige. Kami berdua terdiam, mendengarkan seksama lagu yang bersejarah buat kami berdua. Setelah lagu tersebut habis, baru Setyo kembali bicara
“ Kok pas ya lagunya itu?” ujarnya sambil menatap kearahku, saat itu lampu merah menghadang kami. Aku langsung menatap kembali mata teduh itu. Mata itu masih tetap amat yang dulu menarik hatiku, menenangkan jiwaku.
“ Mmm magic?” jawabku
“ Magic? Iya kali ya?” Setyo terdiam, lampu hijau menyala ia kembali mengemudikan mobilnya
“ Lho kok lurus? Mestinya belok!” ujarku
“ Gua-kan nggak tau rumah lo yang di Jakarta Mbak!! Lagian kita nggak langsung pulang kok!” balasnya kalem
“ Trus…mau kemana?” tanyaku
“ Ada aja!!”

“ Oalah ke Ancol…pake acara nggak jawab pertanyaan gua segala, gua juga tau kalo ini tu Ancol” ujarku riang sambil menikmati angin laut yang bertiup ke wajahku. Aku duduk di dinding pinggir laut dan menikmatinya teriknya matahari sore menyorot mataku, Setyo ikut duduk di sebelahku dan mengalungkan tangannya ke pundakku. Oh mungkin ini hanya sekedar tanda persahabatan saja, jangan berpikir yang macam-macam!!
Di Ancol kami menghabiskan waktu kami dengan mengobrol, bercanda dan makan malam bersama di Marina Cottage. Ternyata dia masih seperti Setyo yang dulu, Setyo yang perhatian, penyayang dan sabar. Moment indah di Ancol membuat kami menjadi dekat kembali. Kami sering pulang bareng, jalan bareng bahkan berangkat ke kampus bersama. Jelas ini membuatku teringat kembali masa pacaran kami dulu, ya seperti ini. Satu bulan dekat dengan Setyo membuat getar cinta mulai menghampiriku lagi, rasanya aku mulai jatuh cinta lagi pada Setyo…Oh tidak, dia-kan sudah punya Rasti, tapi aku tak mau munafik menerima kenyataan yang menyatakan bahwa aku menyukai Setyo lagi. Tiba-tiba terbesit rasa sakit yang teramat sangat ketika aku ingat ketika ia memutuskanku tanpa mau mendengar penjelasanku, kenapa Yo, kenapa kamu nggak mau mendengar penjelasanku? Sudahlah, biar pertanyaan itu tidak usah dijawab olehnya, yang pasti aku akan selalu menyukaimu, mungkin sampai aku mati…

“ Yo! Kamu nggak jalan bareng Rasti?” tanyaku ragu sewaktu ia mengantarkan aku pulang, ia terdiam tak menjawab pertanyaanku, “ Inikan malam minggu? Masa lo nggak ngapelin dia sih? Atau jangan-jangan lagi bokek ya?” candaku
“ Hahaha bisa aja, gua lagi ada masalah sama si Rasti. Jadi sekarang gua lagi rehat sebentar sama dia. Lagian asik aja jalan bareng orang lain, bosen sama dia melulu” jawabnya kalem
“ Mmm kalian ada masalah bukan karena gua deket sama lo-kan?” tanyaku ragu, aku takut kalau aku menjadi penyebab hancurnya hubungan orang lain
“ Nggak! Bukan karena itu kok!! Kita memang sudah lama beda pendapat terus…ya memang salah satunya tentang elo, tapi bukan elo yang jadi penyebab kita ada masalah..tenang aja kok!! Biasakan kalau orang pacaran ada masalah?!” ujar Setyo meyakinkan aku. Ooo untung saja..aku kira aku penyebab mereka ada masalah. “ O iya, kita ke Puncak aja yuk? Kita makan di sana, mau nggak?” ajak Setyo riang
“ Siapa takut?” jawabku tak kalah riang, asyik malam minggu begini aku bisa menikmati pemandangan indah Puncak di malam hari bersama Setyo. Wah pasti menjadi malam yang indah nih!
Sesudah kami makan malam bersama di salah satu restoran di Puncak, kami menepi ke pinggir jalan untuk memesan jagung bakar yang tampak menggiurkan. Selagi menunggu pesanan datang, aku duduk di jok belakang mobil sambil mendengarkan lagu keras-keras.
“ Keras amat sih?!” omel Setyo sambil mengecilkan voleme CD playernya, “ Ngapain duduk sendiri disini Mbak?” tanyanya sambil ikut duduk di sebelahku. “ Asyik ya suasana kaya gini, dingin, nyaman dan bikin hati tentram” ujarnya sembari menggenggam erat jariku. Jantungku berdebar cepat, apa maksud Setyo menggenggam jariku? Aduh jangan sampai aku salah tingkah, jangan sampai Setyo tahu kalau aku menyukainya…
“ Kenapa waktu itu lo putusin gua tanpa mau dengerin penjelasan gua?” aku tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang sudah lama aku ingin tanyakan padanya. Ia terdiam sejenak, menoleh padaku dengan tatapan marah yang baru dua kali aku lihat, terakhir aku lihat sorot mata ini ketika kami bertengkar dan dia memutuskan aku.
“ Nggak usah kamu tanya masalah itu, nggak perlu ada yang harus di jelasin!! Jangan kaya sinetron ah!!” ujarnya ketus sambil beranjak keluar dari mobil. Aku cepat-cepat manahannya dengan menarik sebelah tangannya dan memaksa dia untuk tetap duduk disebelahku dan mendengarkan penjelasanku.
“ Lo tetep duduk disini Yo!! Mau nggak mau, malam ini lo harus tau kejadian yang sebenarnya antara gua sama Dito” ujarku serius
“ Nggak usah sebut nama itu lagi!! Dia sudah menghianati gua!!” balasnya cepat, marah menguasainya
“ Dito sama gua nggak tidur bareng malam itu!!” ia terdiam lagi begitu mendengar ucapan terakhirku
“ Sabtu itu gua lagi nungguin lo di Lembang, seneng banget, karena gua mau date sama lo untuk merayakan kelulusan lo dari sekolah. Kebetulan disana juga ada Dito bersama teman-teman geng basketnya yang juga sedang merayakan kelulusan mereka. Dito nemenin gua nungguin lo dateng dengan ngobrol dan minum yogurt bareng. Tapi lo nggak dateng juga!!” jelasku panjang
“ Ibu gua masuk rumah sakit, gua harus nemenin dia. Gua nggak bisa ngasih tau lo karena lo nggak punya Hp…itu kenapa gua nggak dateng ke Lembang” sambung Setyo
“ Jadi itu kenapa lo nggak dateng?!” tanyaku
“ Ya” jawabnya pendek
“ Mmm karena gua marah lo nggak dateng juga, gua buru-buru balik, dan kaki gua kesandung. Gua jatuh dan nggak bisa berdiri, karena ternyata tulang kering gua retak karena terbentur batu sewaktu gua jatuh, kalau lo nggak percaya, nanti gua tunjukin hasil rontgen-nya. Dito nolongin gua, ngegendong gua, nyariin angkot, ternyata nggak ada angkot yang lewat karena udah malam. Jadi Dito cari tumpangan mobil buat bawa gua ke puskesmas terdekat. Untungnya ada puskesmas, tapi udah tutup. Dito udah kehabisan akal, dan dia panik banget karena gua kesakitan dan nggak kunjung bisa berdiri. Akhirnya Dito bawa gua ke hotel terdekat. Kaki gua dibersihin, dibalut kain dan dia nyuruh gua untuk tidur di tempat tidur, sedangkan dia tidur di sofa. Paginya, dia langsung bawa gua ke rumah sakit…dan nyebarlah gosip kalau gua tidur bareng Dito di Lembang…dan lo percaya”  ujarku lemah tak kuat menahan air mata yang sekarang ingin tumpah dari mataku
“ Ya…gua tau cerita itu” ujar Setyo pelan
“ Apa?? Lo tau cerita itu sebelumnya dan lo tetep nggak percaya sama gua? Even your best friend?” tanyaku terkejut luar biasa, ternyata selama ini Setyo sudah tahu cerita yang sebenarnya.
“ Dito yang cerita lewat e-mail” sambung Setyo pendek
“ Lo masih tetep nggak percaya juga?” tanyaku lagi
“ GUA BINGUNG!!!” seru Setyo sambil mengepalkan jarinya. “ Gua bingung…apa bener cewe yang selama ini gua sayangi tega selingkuh sama sahabat gua? Gua bingung mau percaya atau nggak!!” ujarnya lagi, ada setetes air mata jatuh dari mata teduhnya. Setyo menangis??
“ Yo?? Maafin gua ya? Kalau gua buka luka lama lo” ujarku sambil menggenggam jarinya. Setyo menarik tanganku perlahan, memeluk tubuhku erat. Setyo memelukku? Oh Tuhan terima kasih…tenang Yo, akan gua lakukan apapun supaya lo merasa tenang lagi. Aku balik memeluknya, mengelus punggungnya dan mencium rambut lurusnya.
“ Maafin gua ya Run? Selama ini gua udah salah sangka sama lo dan Dito… Maaf” ujar Setyo pelan, suaranya kental sekali dengan nada penyesalan
“ Sudah gua maafin dari duluuu banget…udah ya? Lupakan aja…sekarang kita jalani lembaran baru sebagai sahabat”
“ Sahabat?” tanyanya sambil melapaskan pelukkan kami
“ Ya?!” jawabku pendek sambil tersenyum
“ Nggak!!” balasnya
“ Kok nggak? Katanya udah saling memaafkan? Kok nggak mau jadi sahabat sih?” tanyaku heran, oh tidak, aku tak mau kehilanganmu lagi…biarkan aku jadi sahabatmu, please…
“ Gua nggak mau jadi sahabat lo!!…Gua mau kita kaya dulu lagi…lo jadi cewe gua lagi…mau-kan?”
Apa?? Apa aku tak salah dengar? Tentu saja aku mau. Gila kalau aku menolak permintaan Setyo itu. Spontan aku memeluk Setyo erat, bahagia sekali. Masa bodo dengan urusan Rasti, yang penting Setyo menjadi milikku lagi, tak akan kulepaskan lagi begitu saja…
“ Ya gua mau jadi cewe lo…kaya dulu” jawabku mengulum senyum. Beberapa detik kemudian kami berciuman…hangat dalam pelukkan Setyo…hatiku tenang mendengar bait lagu indah yang mengalun saat kami berciuman…

Life is full of lots of up and down

But the distance  feels further when we tad it for the ground

And there’s nothing more painful than to let your feelings take you down
It’s so hard to know the way you feel inside
When there’s many thoughts and feeling that you hide
But you might feel better if you let me walk with you by your side

And when you need a shoulder to cry on
When you need a friend to rely
And when the whole world was gone you won’t be alone
‘Coz I’ll be there
I’ll be your shoulder to cry on
I’ll be there… I’ll be a friend to rely
And when the whole world was gone you won’t be alone
‘Coz I’ll be there

All of the times when everything is wrong
And you feeling like there’s no use going on
You can’t give it up I’ll help you work it up
And carry on..

Side by side with you till the end
I’ll always be the one to friendly hold your hand
No matter what  it said or done
Our love will always comes in your arm

“ Kok lagunya ini sih?” tanyaku melepaskan pelukkan, dan tersenyum menatap mata teduhnya
“ Tuhan tau kalau kita sudah bersatu lagi…nggak akan pernah gua lepasin lo lagi” jawab Setyo kalem, senyuman menghiasi wajahnya
“ Rasti?” tanyaku. Setyo langsung mengeluarkan telfon genggamnya, menekan nomor seseorang dan bicara…
“ Rasti…sori…gua harus putus sama lo” ujarnya datar. Apa? Setyo memutuskan Rasti didepanku? Demi aku?
“ Ya…terserah lo mau ngomong apa! Yang pasti gua nggak kuat lagi hubungan sama lo yang super manja dan cemburuan” sambung Setyo tegas. “ Sori kalau gua mutusin lo di telfon. Gua terdesak, gua akan ngomong sama lo besok. Yang pasti gua udahan sama lo sampai disini” sambungnya lagi. Terdengar suara marah Rasti yang menanyakan kenapa mereka putus, aku mendengar Rasti bertanya ‘ Marun-kan? Marun-kan yang jadi penyebabnya’
“ Ya…kita udah balik lagi. Gua nggak tahan menahan perasaan sayang gua sama dia. Gua nggak mau munafik! Lagi pula sudah lama gua udah nggak suka lagi sama lo, gua masih mau jadi cowo lo karena gua kasihan sama lo” jawab Setyo kalem. “ Sudah ya…maaf” Setyo lalu memutuskan telefonnya. “ So…jadi-kan kita pacaran?” tanya Setyo ramah padaku.
Mendengar pertanyaan Setyo terbayang betapa menderitanya Rasti sekarang…maaf Rasti, tapi aku tak mau Setyo lepas dari tanganku lagi. Dia cintaku, hidupku, segalanya bagiku. Aku lantas tersenyum padanya. Dan kami berpelukkan…

R 9 Juli 2004

Tidak ada komentar: