Hah..gua sekelas sama cowonya Echa? Wah nampak kurang
ramah ya? Aku mengeluh sendiri dalam hati mengetahui aku sekelas dengan Taufan,
kekasihnya Echa, yang terkenal akan kesetiaannya pada Echa. Bayangkan saja…tiga
tahun merajut kasih dengan cewe benar-benar sebuah rekor bagi cowo yang
kebanyakkan pada umur belia jarang mempertahankan kesetiaan. Aku menatap
matanya yang tajam sesaat sebelum memutuskan untuk menyapanya.
“ Hai, Taufan-kan?” tanyaku
“ Ya.. Marun?” jawab dia
“ Ya.. tau gua juga?
Tumben..biasanya tau nama cewe ya..hanya Echa aja” balasku
“ Hmm bisa aja..kita sekelas
Run?”
“ Iya..eh gua keluar dulu
ya?” aku undur diri
“ Ya, sama gua juga mau
keluar” balasnya lalu keluar dari kelas, nampaknya menuju kelas Echa di bawah.
Aku keluar kelas dan menyapa
anak-anak lain yang sedang asyik bercanda disana, mereka adalah teman-teman
baru kelas tigaku. Aku ikut nimbrung dalam rumpian teman-temanku yang ternyata
sedang membicarakan Lucky, anak baru yang ternyata luarbiasa tampan dan
kebetulan duduk di bangku tepat di depan bangkuku.
“ Ih ganteng banget ya?”
ujar Hepi kecentilan sembari melirik Lucky yang menunduk membaca buku.
“ Ganteng dari mana? Matanya
aja sipit kaya’ gitu” timpalku
“ Eh..tapi badannya bo!!
Dadanya itu lo, bidang, kaya’nya enak deh dipeluk sama dia” balas Hepi yang
ditimpali suara ‘Huu’ dari teman lain yang mendengarkan. Tapi memang iya kalau
diperhatikan Lucky memang tampan, body oke dan kayanya pintar pula, wah ‘such a
perfect guy’ nih..
* *
*
Sudah tiga bulan aku belajar
dikelas 3 IPA 3 yang ternyata menyenangkan dan merupakan kelas favorit yang
berarti semua siswa yang masuk kelas ini adalah peringkat-peringkat tinggi di
kelas 2. Hehe aku jadi tersanjung, padahal aku tak pintar-pintar amat, kok bisa
masuk kelas ini ya? Yang pasti di kelas ini aku jadi dekat dengan yang namanya
Taufan. Dia benar-benar anak yang menyenangkan, baik, pintar, jago main kartu
dan terbuka padaku. Yah, dia menganggapku
buku curhatnya yang siap ia jadikan tumpahan isi hati dikala senang atau
susah. Aku sih merasa biasa saja karena aku ingat bahwa Taufan sudah punya
kekasih dan dia memiliki sifat setia yang luar biasa besar pada kekasihnya itu.
Tapi perasaan itu berganti seiring berjalannya waktu. Sedikit demi sedikit aku
merasakan getar-getar ganjil setiap kali aku berbicara atau hanya sekedar
menatapnya.
Aku memperlakukan Taufan tak
seperti aku memperlakukan teman cowo yang lain. Dia berbeda, selalu saja
mendapat perhatian lebih dariku. Akupun merasa mendapat perhatian lebih
darinya. Contohnya, tak jarang ia bersedia mengantarkan aku pulang jika aku
sedang tidak membawa kendaraan padahal sudah larut malam dan rumah kami sangat
berjauhan letaknya. Kamipun sering belajar bersama, main basket bersama bahkan
salat bersama. Aku merasa dia bukan sekedar teman, tapi lebih menjadi
pendampingku, karena rata-rata kami selalu bersama.
“ Run bentar ya, gua ke
bawah dulu” Taufan pamit meninggalkanku ketika kita sedang diskusi kelompok
“ Eh HP lo nih..” seruku
mengingatkan, HP Taufan ada padaku karena tadi Hpnya kupinjam untuk bermain
“ Sama lo aja dulu, daag”
“ Mmm dasar!”
“ Emang kenapa Run kalo HP
Taufan ada di kamu?” tanya Lucky, ia sekelompok denganku.
“ Ya nggak apa-apa sih..aneh
aja kok HP sendiri nggak dibawa sendiri” balasku
“ Berarti sering dibawa kamu
dong?” tanya Lucky lagi
“ Iya”
“ Jam tangan, buku, HP,
pulpen, pensil sampai kunci mobil kalian sering banget tertukar satu sama lain
ya?” ujar Lucky tajam
“ Kok tau…perhatian amat…gua
jadi tersanjung” candaku
“ Taufankan duduk bareng
saya, otomatis saya tau dong…Kalian deket banget ya? Saya aja yang sebangku
nggak gitu-gitu amat”
“ Deket? Lumayan…asyik sih
sama dia...nyantai tapi nggak pernah lupa belajar” balasku sembari membereskan
kertas-kertas hasil diskusi
“ Diakan sudah punya cewe”
Lucky mengingatkan
“ Ya gua tau…siapasih yang
nggak tau hubungan mereka? Gua nggak akan merebut Taufan dari Echa
kok...lagiankan Taufan setia” balasku kalem
“ Selingkuh tiada akhir
maksud mu?”
Aku mendongak, menatap mata
Lucky, tak percaya akan kata-kata yang baru saja terdengar olehku. Selama ini
aku mengenalnya sebagai anak yang manis, dan bicaranya sopan.
“ Maksud gua, asli setia…lo
kenapa?” tanyaku
“ Nggak...Cuma ngingetin
aja, kalo dia tuh nggak pantes buat lo” jawab Lucky kalem sambil meninggalkan
bangku tempat diskusi dan aku yang kebingungan memikirkan arti kata-kata yang
baru saja ia ucapkan.
“ Run besok ikut main
basket?” tanya Taufan sambil membereskan buku di atas mejanya
“ Mmm nggak tau deh?!”
jawabku, “ Liat kunci mobil gua nggak?” tanyaku sambil membongkar isi tasku
“ Kunci mobil?” Taufan balik
bertanya, Lucky melirik tajam padanya
“ Ya…nggak ketuker sama lo
kan?” tanyaku
“ Ketuker? Kok bisa sih
Fan?” terdengar suara lain yang sangat berbeda, bukan suaraku apalagi Taufan
atau Lucky, karena tadi adalah suara..
“ Echa? Mmm iya nih, kita
sering ketuker kunci mobil...bentar ya?” pinta Taufan lembut diiringi tatapan
sayangnya. Melihat tatapan itu hatiku terbesit dan muncul rasa marah yang luar
biasa.
“ Nih Run, ada di bawah
bangku kamu sendiri” ujar Lucky sambil menyerahkan kunci mobil padaku
“ Ah...thanks…yuk gua
duluan...bareng yuk?” ajakku pada Lucky yang langsung dibalas anggukkan
cepatnya.
“ Besok jadikan Run?” tanya
Taufan lagi ketika aku melangkah keluar kelas. Aku tak menjawabnya, di
pikiranku yang ada hanyalah pikiran untuk pergi menjauh dari Taufan, karena aku
tak kuat melihat tatapan lembut Taufan yang diberikannya pada Echa yang
membuatku merasa….cemburu.
“ Kamu kenapa? Kok kayanya
lagi marah gitu?” tanya Lucky
“ Hehehe nggak marah kok!
Cuma…”
“ Cemburu?” Lucky meneruskan
kalimat terakhirku yang terpotong
“ Cemburu?...Kok Lucky bisa
ngomong kaya gitu?” aku balas bertanya...gawat...berarti selama ini perasaanku
terhadap Taufan sudah terbaca oleh orang lain, padahal aku tak pernah
memberitahukan pada orang lain walau buku diary sekalipun.
“ Ada les nggak?” Lucky
bertanya lagi
“ Nggak…gua nggak ikut
bimbel” ujarku mengingatkan
“ Ya udah” Lucky menarik
tanganku dan menggiringku ke arah tempat parkir mobilnya. Wow , ternyata selain
pintar dan tampan, ia juga sangat kaya..jelas saja aku bisa langsung
menyimpulkan begitu karena mobilnya saja Mercy, C-Class pula…pantas Hepi
tergila-gila sekali padanya.
“ Masuk!” suruhnya
“ Mau ngapain?” tanyaku
sengit
“ Sudah…masuk dulu Non!!” ia
memaksaku masuk ke dalam mobilnya. Setelah itu ia melajukan mobilnya ke arah
Cipanganti dan mulai bicara.
“ Kamu sangat perhatian sama
Taufan…jangan-jangan kamu suka sama Taufan ya?” Lucky membuka pembicaraannya
siang itu. Mendengarnya jantungku berdegup keras dan salah tingkah
“ Kok diam Non?” ujar Lucky
lagi
“ Mmm nggak kok, gua deket
sama dia nggak berarti gua suka sama dia” jawabku berusaha menjawab dalam nada
normal.
“ Nggak suka ya?” tanya
Lucky lagi
“ Ya” balasku cepat
“ Mmm” Lucky bergumam sambil
menganguk-angukkan kepalanya, “ Kita makan mau ya? Saya yang bayar kok”
tanyanya
“ Makan? Bener nih?” tanyaku
tak percaya
“ Ya”
“ Asyik!!! Sip lah!! Mau
makan dimana?” tanyaku lagi
“ Liat aja nanti” ujarnya
sambil mengulum senyum dan menatap lurus kejalan. Aku menatapnya dari samping
dan berfikir sejenak, dia memang luar biasa tampan…mata sipit dengan sorot
tajam, hidung mancung, badan tegap proporsional dan alis hitam tebal yang
berbaris rapi membingkai wajahnya.
“ Lo tuh ganteng banget…tapi
kenapa belum punya cewe?” tanyaku…ups, aku kelepasan bicara!!
“ Memangnya kenapa?” dia
balas bertanya, ada senyum tipis di
bibirnya
“ Eee banyak cewe di kelas
kita yang suka banget sama lo…tapi kayanya lo nggak mau pacaran” balasku
sedikit ragu
“ Hah? Masa’ sih banyak yang
suka sama saya?” aku langsung menganguk mendengar pertanyaannya, “ Mmm belum
mau aja” jawabnya pendek
“ The View!! Pantes aja
namanya kaya gini ya? Abis view dari sini emang bagus banget!!” ujarku
kegirangan setelah makan dan berdiri menatap pemandangan indah kota Bandung
dibawah sana. Sedetik kemudian entah mimpi atau bukan, tiba-tiba Lucky
melingkarkan tangannya pada pinggangku dan berdiri tepat disebelahku dengan
jarak kepala yang terlalu dekat satu sama lain. Aku menoleh padanya pelan
karena merasa kurang nyaman pada posisi terlalu dekat seperti ini.
“ Mmm ma-makasih ya Ky!”
ujarku ragu lalu tersenyum. Lucky terdiam sejenak, lalu tangan yang satu lagi
tiba-tiba memeluk tubuhku dan ia berbisik ditelingaku
“ Sama-sama”, ia meletakkan
kepalanya di bahuku, memeluk tubuhku erat. Aku hanya bisa terdiam merespon
tingkah aneh Lucky yang sekarang memeluk tubuhku lebih erat lagi.
* *
*
“ Sore…Kemaren dari mana
aja?” sapa Taufan ketika kami bertemu di lapangan basket, ia tampak memukau
dengan setelan baju basket Nike biru
“ Kita kembaran bo!!” ujarku
sambil menujukkan baju yang aku pakai yang ternyata sama persis dengan yang
dikenakan Taufan
“ Hehehe kok bisa ya? Kita
emang kompak abis ya?” tanya sambil mengangkat satu tangannya meminta toss
padaku yang langsung kubalas dengan toss yang lumayan keras.
“ Sekarang kita one-and-one
aja!” ujarnya sambil merebut bola sedang ku drible
“ LICIK!!” teriakku sambil
berusaha menghadang Taufan yang sedang menggiring bola ke ring.
“ Mereka tuh pacaran ya?”
tanya Hepi pada anak cewe yang lain sambil memandangi aku dan Taufan yang
sedang bermain basket berdua
“ Hepi-Hepi…kita baru aja
sampe masa udah ngegosip lagi sih?” tanya Ari tak percaya mendengar ucapan Hepi
“ Yee bukannya ngegosip,
tapi REAL…kalian liat aja tuh! Baju aja sampe kembar!! Kalo bukan janjian kan nggak
mungkin!” timpal Puti
“ Iya-ya, padahalkan Taufan
udah punya Echa…masih aja dideketin!” timpal Farah
“ Kaya yang nggak ada cowo
lain aja?!” tambah Nadia
“ Bukannya gitu sih…tapi
maksud gua, kenapa mereka nggak pacaran aja…mereka tuh udah kaya prangko sama
amplopnya, nempel melulu!” ujar Hepi sambil mulai lari di tempat untuk
pemanasan.
“ Jago juga lo Run!! Tapi
tetep gua yang menang dong!!” ujar Taufan riang sambil meminum minuman
pesananku dan melemparkan tubuhnya ke sebelahku
“ Duduk tuh pelan-pelan
Mas!!” ujarku asal sambil memberinya sedikit ruang untuk duduk
“ Capek euy!! Keringat gua
banyak banget ya?!” ujar Taufan sambil menyeka keringatnya dengan tangan
“ Jorok ih…Sini!!” lantas
aku menghapus keringat di dahinya dengan tissue. Hatiku senang sekali bisa
mendapatkan kesempatan ini.
“ Thanks...gua abisin
minuman lu ya?” pintanya
“ Silahkan..”
“ Makasih banget…Itu Echa
bukan?” tanyanya sambil memincingkan matanya melihat sosok Echa di ujung
lapangan basket
“ Iya kali” jawabku asal
“ Iya itu dia…Dah..gua
duluan ya Run…O ya nanti malem telfon gua ya? Gantian dong lo yang telfon gua!!
Ok?!” Taufan beranjak bangun dan mengedipkan sebelah matanya padaku
“ Ya…ati-ati ya!!” jawabku
ramah, padahal dalam hatiku terasa sedikit sakit yang mendalam melihat cowo
yang sangat aku sayangi mendatangi pasangannya yang telah menyambut kedatangan
Taufan dengan tatapan yang menurutku bukan tatapan yang ramah. Aku bangkit dan
kembali meneruskan bermain basket dengan anak-anak cewe…
“ Run…kok mainnya sambil
ngelamun?” tanya Lucky membuyarkan
lamunanku
“ Hah? Nggak kok! Gua cuman
ngebayangin aja kalo gua bisa punya cowo” jawabku asal
“ Pengen punya cowo? Bisa,
kan ada saya?!” ujar Lucky lagi lalu mengalungkan tangannya pada pinggangku
“ Lo? Ya ya ya, dasar…tukang
becanda!!! Udah sana main aja lagi sama yang lain! Gua mau istirahat lagi”
tukasku sambil pergi bergabung dengan anak-anak lain yang duduk santai di
pinggir lapangan basket
“ Gila ya Run? Denger nggak
tadi Lucky ngomong apa ke lo?” Hepi berbicara padaku sembari kehabisan nafas
menghampiriku yang duduk di pinggir lapangan.
“ Ngomong apa?” tanyaku
balik
“ Dia tuh nembak lo tau?!”
balas Hepi penuh emosi
“ Nembak? Nggak ah...tadi
cuman ngobrol aja kok!”
“ Ngobrol kok pake peluk
peluk segala?” tanya Hepi sewot
“ Peluk yang mana?”
“ Tadi Lucky meluk pinggang
lo?!”
“ Ooo itu mah bukan peluk
atuh!! Banyak kok anak cowo lain yang kaya gitu juga ke cewe lain, dan mereka
hanya sekedar temenan” jelasku panjang lebar
“Run...dia tuh suka sama
lo!! Nyadar nggak sih? Lagiankan dia tuh perfect guy gitu lo!! Pinter, tinggi,
badan atletis, cakep, tajir pula!!” timpal Nadia tiba-tiba
“ Nggak ah...dia nggak suka
sama gua…Lagipula Hepikan yang suka sama Lucky? Udah, sikat aja Pi!!” ujarku
menghindari arah pembicaraan yang tidak nyaman, “ Udah ya gua main lagi” ujarku
bangkit meninggalkan mereka yang menatap curiga padaku
“ Halo...baru aja gua mau
nelfon elo Fan” ujarku merespon telefon Taufan malam setelah bermain basket
“ Bisa dateng ke tempat
biasa? Ada yang mau gua omongin sama lo…bisakan?” ujar Taufan pelan, terdengar
nada sedih yang kental pada suaranya malam itu.
“ Sekarang Fan?” tanyaku
ragu
“ Ya, gua tunggu lo disana
ya? Bye..” Taufan menutup telefonnya, ada apa? Aku mulai cemas, memikirkan
sesuatu yang tidak normal terjadi pada cowo yang sangat aku sayangi. Aku
buru-buru pergi ke café tempat kami biasa ngobrol atau belajar, sampai-sampai
aku lupa mengganti pakaian bahkan sandal bonekaku masih terpasang pada kakiku.
Aku benar-benar khawatir ingin segera bertemu dengannya memastikan bahwa ia
baik-baik saja.
“ Fan!!” panggilku
sesampainya di café dan melihat dia sedang menungguku di kursi setengah
lingkaran. Ia membalasnya dengan senyuman tipis. “ Kenapa Fan? Kok suara lo
risau banget kedengarannya” ujarku sambil duduk di sebelahnya. Tiba-tiba ia
memeluk tubuhku erat, menenggelamkan kepalanya di bahuku dan terdiam beberapa
saat. Aku tahu ada sesuatu yang tak normal terjadi pada dirinya. Ah
Taufan…terima kasih karena memberikan kesempatan ini, bahagianya hatiku
menerima perlakuannya malam itu. Secara otomatis aku balas memeluknya, mengelus
rambutnya yang wangi Pourry, mengelus punggungnya, apa saja asal bisa
membuatnya merasa nyaman, aman dan tenang. Setelah beberapa saat, ia mulai
melepaskan pelukkannya… Aku menatap matanya yang sedikit berkaca-kaca dan aku
tiba-tiba ikut merasakan kesedihan hatinya.
“ Kenapa?” tanyaku pelan
sambil memegang tangannya. Dia terdiam, menundukkan kepalanya…
“ Gua putus sama Echa”
jawabnya pendek, lugas, jelas, padat. Mendengar ucapannya aku merasa waktu
berhenti sejenak untuk memberikan aku kesempatan untuk tersenyum. Ya, aku
tersenyum mendengar berita yang bagiku sangat bagus itu. Untung Taufan
menundukkan kepalanya jadi tak melihatku menyunggingkan senyuman disaat ia
sedih luar biasa. Aku memaklumi perilakunya ini karena ia sudah tiga tahun
menjalin kasih dengan Echa dan setahuku ia memang sangat setia pada Echa, jadi
berita putus dengan Echa merupakan berita yang sangat luar biasa.
“ Kok bisa?” tanyaku dalam
nada yang normal, aku berusaha menyembunyikan kesenangan yang kumiliki saat
ini.
“ Gua sendiri nggak ngerti”
ia menaikkan kepalanya dan menatap mataku, ada gurat sedih terpancar pada sorot
matanya, akan kulakukan apa saja untuk bisa menghilangkan sorot mata sedih
itu. “ Dia bilang kalau gua nggak
sayang lagi sama dia, dan dia sudah nggak kuat sama gua yang nggak lagi setia
sama dia. Padahal lo tau sendirikan kalo gua tuh sayang banget sama dia, dan
sama siapa gua ngedua-in dia? Nggak ada-kan?” aku menganguk menjawab
pertanyaannya, “Tadi setelah gua maen basket, gua nganterin dia pulang dan
dalam perjalanan tiba-tiba dia mutusin gua…gua udah tanya sama dia kenapa dan
berusaha untuk balik lagi, tapi dia tetep aja mutusin gua. Gua bener-bener
bingung, padahal kita baik-baik aja dan nggak lagi marahan kok!” Taufan
mencurahkan ceritanya padaku
“ Bener-bener nggak mau
balik lagi?” tanyaku
“ Nggak…apa salah gua?..atau
jangan-jangan dia yang nggak setia? Dan nuduh gua supaya bisa putus dan bebas
pacaran sama cowo lain!!” ujarnya kacau dan bangkit sambil mengepalkan
tangannya. Aku cepat-cepat menahannya, menariknya kembali duduk, aku tahu benar
jika Taufan marah...apasaja akan dia pukul.
“ Tunggu!! Mau kemana Mas?”
ujarku menenangkannya dan membuatnya kembali duduk di sebelahku. “ Kalaupun
bener Echa pacaran sama cowo lain…lo mau ngapain? Mau mukul cowo barunya? Atau
ngemis-ngemis ke dia buat balik? Maaf ya
kalau gua nggak bisa merasakan apa yang sedang lo rasakan sekarang. Tapi gua
bisa ngerti keadaan lo sekarang, gua siap bantu lu…apa aja Fan…” ujarku
menenangkannya, meremas jarinya lembut, “Come’on, life goes on honey, lo
sekarang boleh down, silahkan…memang sulit, tapi lo harus bangkit, gua yakin lo
bisa…forget her and pick somebody else to be your girlfriend…end of case”
ujarku pelan dengan nada menghibur. Dia terdiam menunduk
kembali…lama…mengangkat kepalanya kembali, menatapku tajam
“ Can you help me?” tanyanya
“ Name it…Everything I’ll do
it for you” balasku manis sambil tersenyum. Lalu ia kembali memelukku dan
mengucapkan terima kasih padaku. Aku sangat bahagia dalam pelukkannya yang
hangat, membalas pelukkannya, mencium kepalanya dan menikmati malam yang indah
ini.
* *
*
“ Kenalin, ini adik gua,
namanya Meidi” ujarku mengenalkan adikku pada Taufan
“ Saya Meidi, temennya teteh
ya?” sapa adikku sopan
“ Ya, kelas berapa Di?”
tanya Taufan
“ Kelas dua”
“ Beda setahun to…pantes
nggak beda jauh”
“ Iya, permisi kebelakang
ya” pamit adikku
“ Ya” balas Taufan
tersenyum, “ Cantik juga ya? Sama kaya kakaknya” ujar Taufan kembali melihat
buku Matematikanya
“ Yayaya, muji atau ngejek
tuh?” candaku
“ Muji-lah…atau lo mau
diejek nih?” tawarnya
“ No thanks…yang ini gimana
caranya sih?” tanyaku yang lalu dibalas penjelasan panjang lebar darinya yang
diberikan pelan-pelan sampai aku paham betul. Setelah hari itu kami sering
belajar bersama di rumahku, suatu kebetulan yang menyenangkan, karena sambil
belajar aku sekaligus menjalin hubungan yang lebih dekat dari sebelumnya.
Sekarang makin santer saja gosip yang menyatakan aku sudah pacaran dengan
Taufan, padahal sampai detik ini dia belum menyatakan perasaan sukanya padaku,
padahal kami sudah sangat dekat dan memang seperti sepasang kekasih. Duduk di
kelas bersama, istirahat sekolah bersama, pulang bersama sampai mengerjakan Pr
bersama. Pokoknya kami selalu bersama…sampai malam itu
“ Hai…Sabtu malem gini nggak
ngapel Mas?” sapaku menyambut kedatangannya di rumahku
“ Nah ini apa?” balas Taufan
riang, malam itu ia mengenakan kaos biru pemberianku
“ Nah…gitu dong, cakep
jadinya kalau make kaos dari gua!!” candaku sambil mengajaknya masuk dan duduk
di sofa ruang tamu, “ Mau minum apa?” tawarku
“ Mmm kita beli makanan aja
yuk? Kita ke supermarket di depan, sekalian jalan-jalan bentar” ajaknya bangkit
sambil mengulurkan tangannya, jujur saja aku sangat tersanjung dengan
perlakuannya yang sangat gentle ini.
“ Terserah lo deh…gua ambil
jaket dulu ya?!” lantas aku beranjak cepat ke kamar dan mengambil jaket yang
menggantung dibalik pintu. Sedikit berlari menuju ruang tamu dan menggandeng
tangan Taufan menuju mobilnya.
“ Eh...supermarketnya kok
tutup ya?” Taufan lantas berbelok menuju jalan keluar komplek dan menuju jalan
raya
“ Trus kita mau kemana?”
tanyaku bingung
“ Mmm kalau ke café biasa
gimana?”
“ Sip!! Tapi, apa nggak rame
hari Sabtu gini? Belon macet!”
“ Lewat tol…mudah-mudahan
nggak rame, soalnya…” kata-kata Taufan terpotong karena tiba-tiba ia tersenyum
sendiri
“ Kok senyam-senyum sendiri
Mas? Soalnya kenapa?” tanyaku penasaran
“ Ada yang mau gua omongin
ke lo, penting..” jawabannya itu membuat jantungku berdebar jauh lebih cepat dari
normal. Penting? Apa mungkin malam ini Taufan hendak menyatakan perasaannya
padaku? Jika iya, akhirnya…ia jadi milikku juga. Mudah-mudahan saja iya. Kali
ini aku yang tersenyum sendiri.
“ Lho…kok sekarang jadi lo
yang senyam-senyum?” tanya Taufan sambil memalingkan wajahnya padaku
“ Nyetir yang bener Say” aku
mengingatkan sambil memalingkan kembali wajahnya dengan tanganku ke arah jalan.
Sesampainya di café, betul saja, ternyata cafe sangat ramai dikunjungi orang
malam itu, hal tersebut membuat Taufan sedikit cemberut lalu memutuskan untuk
pergi lagi.
“ Kita mau kemana lagi?”
tanyaku tak sabar ingin segera mendengar apa yang ingin Taufan bicarakan
padaku, “ Mau ke Lembang?” tanyaku lagi karena Taufan melajukan mobilnya ke
arah Setiabudi.
“ Iya…kita ngobrol sambil
makan jagung bakar, asyik-kan?” jawabnya kalem. Sambil makan jagung bakar? Hmm
good idea juga.
“ Akhirnya dapet juga tempat
yang enak buat ngobrol” ujar Taufan sambil duduk disebelahku di jok belakang
mobil, “ Mau makan disini aja? Atau mau di warung?” tawarnya
“ Disini aja…sambil dengerin
radio…tuh jagungnya udah selesai tuh!!” aku beranjak keluar
“ Sama gua aja” dia
menahanku untuk pergi, lalu ia beranjak keluar mengambil jagung pesanan kami,
aku menatapnya lewat punggungnya yang tegap dan merasa saat ini hatiku sangat
berbunga-bunga karena sebentar lagi akan terjadi moment penting yang selama ini
sudah kutunggu-tunggu.
“ Nih…kayanya enak nih!”
ujarnya lembut menyodorkan jagung pesananku
“ Nah…sekarang ngomong
dong…mau ngomongin apaan sih? “ tanyaku penasaran, mendengar pertanyaanku
Taufan lantas menaruh jagungnya ke piring dan mengenggam tanganku dan menatap
mataku dalam. Spontan ini membuat hati tambah nggak karuan senang…
“ Gua mau nanya..tapi harus
dijawab ya?”
“ Yap! Pasti gua jawab!”
“ Mmm boleh nggak gua jadi…”
kalimatnya terhenti sebentar, teruskan Fan, teruskan, mau jadi apa? Pacar?
Pasti Fan, pasti aku bersedia menjadi pacarmu…ayo utarakan kalimat yang sudah
lama ku nanti itu…
“ Pacar adik lo?” sambung
Taufan pelan. Aku lantas mengerutkan kedua alisku, merasa sedikit pusing
“ Apa? Pacar adik gua?” aku
balik bertanya
“ Ya…boleh nggak gua pacaran
sama adik lo?” tanya Taufan lagi dengan suara yang sangat antusias
Aku merasa dunia berputar
disekelilingku sekarang…jadi…selama ini Taufan tidak suka aku? Tapi suka pada
adikku? Oh tidak…sekarang aku merasa semuanya gelap dan aku….
“ Run? Run? Lo kenapa Run?
Lo pingsan Run!!! Ya ampun?!!…” Taufan menahan tubuhku yang terkulai lemas
dipelukkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar