Selasa, 16 Juli 2013

Ya Ampun ?!!



Hah..gua sekelas sama cowonya Echa? Wah nampak kurang ramah ya? Aku mengeluh sendiri dalam hati mengetahui aku sekelas dengan Taufan, kekasihnya Echa, yang terkenal akan kesetiaannya pada Echa. Bayangkan saja…tiga tahun merajut kasih dengan cewe benar-benar sebuah rekor bagi cowo yang kebanyakkan pada umur belia jarang mempertahankan kesetiaan. Aku menatap matanya yang tajam sesaat sebelum memutuskan untuk menyapanya.
“ Hai, Taufan-kan?” tanyaku
“ Ya.. Marun?” jawab dia
“ Ya.. tau gua juga? Tumben..biasanya tau nama cewe ya..hanya Echa aja” balasku
“ Hmm bisa aja..kita sekelas Run?”
“ Iya..eh gua keluar dulu ya?” aku undur diri
“ Ya, sama gua juga mau keluar” balasnya lalu keluar dari kelas, nampaknya menuju kelas Echa di bawah.
Aku keluar kelas dan menyapa anak-anak lain yang sedang asyik bercanda disana, mereka adalah teman-teman baru kelas tigaku. Aku ikut nimbrung dalam rumpian teman-temanku yang ternyata sedang membicarakan Lucky, anak baru yang ternyata luarbiasa tampan dan kebetulan duduk di bangku tepat di depan bangkuku.
“ Ih ganteng banget ya?” ujar Hepi kecentilan sembari melirik Lucky yang menunduk membaca buku.
“ Ganteng dari mana? Matanya aja sipit kaya’ gitu” timpalku
“ Eh..tapi badannya bo!! Dadanya itu lo, bidang, kaya’nya enak deh dipeluk sama dia” balas Hepi yang ditimpali suara ‘Huu’ dari teman lain yang mendengarkan. Tapi memang iya kalau diperhatikan Lucky memang tampan, body oke dan kayanya pintar pula, wah ‘such a perfect guy’ nih..

*    *    *

Sudah tiga bulan aku belajar dikelas 3 IPA 3 yang ternyata menyenangkan dan merupakan kelas favorit yang berarti semua siswa yang masuk kelas ini adalah peringkat-peringkat tinggi di kelas 2. Hehe aku jadi tersanjung, padahal aku tak pintar-pintar amat, kok bisa masuk kelas ini ya? Yang pasti di kelas ini aku jadi dekat dengan yang namanya Taufan. Dia benar-benar anak yang menyenangkan, baik, pintar, jago main kartu dan terbuka padaku. Yah, dia menganggapku  buku curhatnya yang siap ia jadikan tumpahan isi hati dikala senang atau susah. Aku sih merasa biasa saja karena aku ingat bahwa Taufan sudah punya kekasih dan dia memiliki sifat setia yang luar biasa besar pada kekasihnya itu. Tapi perasaan itu berganti seiring berjalannya waktu. Sedikit demi sedikit aku merasakan getar-getar ganjil setiap kali aku berbicara atau hanya sekedar menatapnya.
Aku memperlakukan Taufan tak seperti aku memperlakukan teman cowo yang lain. Dia berbeda, selalu saja mendapat perhatian lebih dariku. Akupun merasa mendapat perhatian lebih darinya. Contohnya, tak jarang ia bersedia mengantarkan aku pulang jika aku sedang tidak membawa kendaraan padahal sudah larut malam dan rumah kami sangat berjauhan letaknya. Kamipun sering belajar bersama, main basket bersama bahkan salat bersama. Aku merasa dia bukan sekedar teman, tapi lebih menjadi pendampingku, karena rata-rata kami selalu bersama.
“ Run bentar ya, gua ke bawah dulu” Taufan pamit meninggalkanku ketika kita sedang diskusi kelompok
“ Eh HP lo nih..” seruku mengingatkan, HP Taufan ada padaku karena tadi Hpnya kupinjam untuk bermain
“ Sama lo aja dulu, daag”
“ Mmm dasar!”
“ Emang kenapa Run kalo HP Taufan ada di kamu?” tanya Lucky, ia sekelompok denganku.
“ Ya nggak apa-apa sih..aneh aja kok HP sendiri nggak dibawa sendiri” balasku
“ Berarti sering dibawa kamu dong?” tanya Lucky lagi
“ Iya”
“ Jam tangan, buku, HP, pulpen, pensil sampai kunci mobil kalian sering banget tertukar satu sama lain ya?” ujar Lucky tajam
“ Kok tau…perhatian amat…gua jadi tersanjung” candaku
“ Taufankan duduk bareng saya, otomatis saya tau dong…Kalian deket banget ya? Saya aja yang sebangku nggak gitu-gitu amat”
“ Deket? Lumayan…asyik sih sama dia...nyantai tapi nggak pernah lupa belajar” balasku sembari membereskan kertas-kertas hasil diskusi
“ Diakan sudah punya cewe” Lucky mengingatkan
“ Ya gua tau…siapasih yang nggak tau hubungan mereka? Gua nggak akan merebut Taufan dari Echa kok...lagiankan Taufan setia” balasku kalem
“ Selingkuh tiada akhir maksud mu?”
Aku mendongak, menatap mata Lucky, tak percaya akan kata-kata yang baru saja terdengar olehku. Selama ini aku mengenalnya sebagai anak yang manis, dan bicaranya sopan.
“ Maksud gua, asli setia…lo kenapa?” tanyaku
“ Nggak...Cuma ngingetin aja, kalo dia tuh nggak pantes buat lo” jawab Lucky kalem sambil meninggalkan bangku tempat diskusi dan aku yang kebingungan memikirkan arti kata-kata yang baru saja ia ucapkan.

“ Run besok ikut main basket?” tanya Taufan sambil membereskan buku di atas mejanya
“ Mmm nggak tau deh?!” jawabku, “ Liat kunci mobil gua nggak?” tanyaku sambil membongkar isi tasku
“ Kunci mobil?” Taufan balik bertanya, Lucky melirik tajam padanya
“ Ya…nggak ketuker sama lo kan?” tanyaku
“ Ketuker? Kok bisa sih Fan?” terdengar suara lain yang sangat berbeda, bukan suaraku apalagi Taufan atau Lucky, karena tadi adalah suara..
“ Echa? Mmm iya nih, kita sering ketuker kunci mobil...bentar ya?” pinta Taufan lembut diiringi tatapan sayangnya. Melihat tatapan itu hatiku terbesit dan muncul rasa marah yang luar biasa.
“ Nih Run, ada di bawah bangku kamu sendiri” ujar Lucky sambil menyerahkan kunci mobil padaku
“ Ah...thanks…yuk gua duluan...bareng yuk?” ajakku pada Lucky yang langsung dibalas anggukkan cepatnya.
“ Besok jadikan Run?” tanya Taufan lagi ketika aku melangkah keluar kelas. Aku tak menjawabnya, di pikiranku yang ada hanyalah pikiran untuk pergi menjauh dari Taufan, karena aku tak kuat melihat tatapan lembut Taufan yang diberikannya pada Echa yang membuatku merasa….cemburu.
“ Kamu kenapa? Kok kayanya lagi marah gitu?” tanya Lucky
“ Hehehe nggak marah kok! Cuma…”
“ Cemburu?” Lucky meneruskan kalimat terakhirku yang terpotong
“ Cemburu?...Kok Lucky bisa ngomong kaya gitu?” aku balas bertanya...gawat...berarti selama ini perasaanku terhadap Taufan sudah terbaca oleh orang lain, padahal aku tak pernah memberitahukan pada orang lain walau buku diary sekalipun.
“ Ada les nggak?” Lucky bertanya lagi
“ Nggak…gua nggak ikut bimbel” ujarku mengingatkan
“ Ya udah” Lucky menarik tanganku dan menggiringku ke arah tempat parkir mobilnya. Wow , ternyata selain pintar dan tampan, ia juga sangat kaya..jelas saja aku bisa langsung menyimpulkan begitu karena mobilnya saja Mercy, C-Class pula…pantas Hepi tergila-gila sekali padanya.
“ Masuk!” suruhnya
“ Mau ngapain?” tanyaku sengit
“ Sudah…masuk dulu Non!!” ia memaksaku masuk ke dalam mobilnya. Setelah itu ia melajukan mobilnya ke arah Cipanganti dan mulai bicara.
“ Kamu sangat perhatian sama Taufan…jangan-jangan kamu suka sama Taufan ya?” Lucky membuka pembicaraannya siang itu. Mendengarnya jantungku berdegup keras dan salah tingkah
“ Kok diam Non?” ujar Lucky lagi
“ Mmm nggak kok, gua deket sama dia nggak berarti gua suka sama dia” jawabku berusaha menjawab dalam nada normal.
“ Nggak suka ya?” tanya Lucky lagi
“ Ya” balasku cepat
“ Mmm” Lucky bergumam sambil menganguk-angukkan kepalanya, “ Kita makan mau ya? Saya yang bayar kok” tanyanya
“ Makan? Bener nih?” tanyaku tak percaya
“ Ya”
“ Asyik!!! Sip lah!! Mau makan dimana?” tanyaku lagi
“ Liat aja nanti” ujarnya sambil mengulum senyum dan menatap lurus kejalan. Aku menatapnya dari samping dan berfikir sejenak, dia memang luar biasa tampan…mata sipit dengan sorot tajam, hidung mancung, badan tegap proporsional dan alis hitam tebal yang berbaris rapi membingkai wajahnya.
“ Lo tuh ganteng banget…tapi kenapa belum punya cewe?” tanyaku…ups, aku kelepasan bicara!!
“ Memangnya kenapa?” dia balas bertanya, ada senyum tipis  di bibirnya
“ Eee banyak cewe di kelas kita yang suka banget sama lo…tapi kayanya lo nggak mau pacaran” balasku sedikit ragu
“ Hah? Masa’ sih banyak yang suka sama saya?” aku langsung menganguk mendengar pertanyaannya, “ Mmm belum mau aja” jawabnya pendek

“ The View!! Pantes aja namanya kaya gini ya? Abis view dari sini emang bagus banget!!” ujarku kegirangan setelah makan dan berdiri menatap pemandangan indah kota Bandung dibawah sana. Sedetik kemudian entah mimpi atau bukan, tiba-tiba Lucky melingkarkan tangannya pada pinggangku dan berdiri tepat disebelahku dengan jarak kepala yang terlalu dekat satu sama lain. Aku menoleh padanya pelan karena merasa kurang nyaman pada posisi terlalu dekat seperti ini.
“ Mmm ma-makasih ya Ky!” ujarku ragu lalu tersenyum. Lucky terdiam sejenak, lalu tangan yang satu lagi tiba-tiba memeluk tubuhku dan ia berbisik ditelingaku
“ Sama-sama”, ia meletakkan kepalanya di bahuku, memeluk tubuhku erat. Aku hanya bisa terdiam merespon tingkah aneh Lucky yang sekarang memeluk tubuhku lebih erat lagi.

*    *    *

“ Sore…Kemaren dari mana aja?” sapa Taufan ketika kami bertemu di lapangan basket, ia tampak memukau dengan setelan baju basket Nike biru
“ Kita kembaran bo!!” ujarku sambil menujukkan baju yang aku pakai yang ternyata sama persis dengan yang dikenakan Taufan
“ Hehehe kok bisa ya? Kita emang kompak abis ya?” tanya sambil mengangkat satu tangannya meminta toss padaku yang langsung kubalas dengan toss yang lumayan keras.
“ Sekarang kita one-and-one aja!” ujarnya sambil merebut bola sedang ku drible
“ LICIK!!” teriakku sambil berusaha menghadang Taufan yang sedang menggiring bola ke ring.
“ Mereka tuh pacaran ya?” tanya Hepi pada anak cewe yang lain sambil memandangi aku dan Taufan yang sedang bermain basket berdua
“ Hepi-Hepi…kita baru aja sampe masa udah ngegosip lagi sih?” tanya Ari tak percaya mendengar ucapan Hepi
“ Yee bukannya ngegosip, tapi REAL…kalian liat aja tuh! Baju aja sampe kembar!! Kalo bukan janjian kan nggak mungkin!” timpal Puti
“ Iya-ya, padahalkan Taufan udah punya Echa…masih aja dideketin!” timpal Farah
“ Kaya yang nggak ada cowo lain aja?!” tambah Nadia
“ Bukannya gitu sih…tapi maksud gua, kenapa mereka nggak pacaran aja…mereka tuh udah kaya prangko sama amplopnya, nempel melulu!” ujar Hepi sambil mulai lari di tempat untuk pemanasan.

“ Jago juga lo Run!! Tapi tetep gua yang menang dong!!” ujar Taufan riang sambil meminum minuman pesananku dan melemparkan tubuhnya ke sebelahku
“ Duduk tuh pelan-pelan Mas!!” ujarku asal sambil memberinya sedikit ruang untuk duduk
“ Capek euy!! Keringat gua banyak banget ya?!” ujar Taufan sambil menyeka keringatnya dengan tangan
“ Jorok ih…Sini!!” lantas aku menghapus keringat di dahinya dengan tissue. Hatiku senang sekali bisa mendapatkan kesempatan ini.
“ Thanks...gua abisin minuman lu ya?” pintanya
“ Silahkan..”
“ Makasih banget…Itu Echa bukan?” tanyanya sambil memincingkan matanya melihat sosok Echa di ujung lapangan basket
“ Iya kali” jawabku asal
“ Iya itu dia…Dah..gua duluan ya Run…O ya nanti malem telfon gua ya? Gantian dong lo yang telfon gua!! Ok?!” Taufan beranjak bangun dan mengedipkan sebelah matanya padaku
“ Ya…ati-ati ya!!” jawabku ramah, padahal dalam hatiku terasa sedikit sakit yang mendalam melihat cowo yang sangat aku sayangi mendatangi pasangannya yang telah menyambut kedatangan Taufan dengan tatapan yang menurutku bukan tatapan yang ramah. Aku bangkit dan kembali meneruskan bermain basket dengan anak-anak cewe…
“ Run…kok mainnya sambil ngelamun?” tanya Lucky membuyarkan  lamunanku
“ Hah? Nggak kok! Gua cuman ngebayangin aja kalo gua bisa punya cowo” jawabku asal
“ Pengen punya cowo? Bisa, kan ada saya?!” ujar Lucky lagi lalu mengalungkan tangannya pada pinggangku
“ Lo? Ya ya ya, dasar…tukang becanda!!! Udah sana main aja lagi sama yang lain! Gua mau istirahat lagi” tukasku sambil pergi bergabung dengan anak-anak lain yang duduk santai di pinggir lapangan basket
“ Gila ya Run? Denger nggak tadi Lucky ngomong apa ke lo?” Hepi berbicara padaku sembari kehabisan nafas menghampiriku yang duduk di pinggir lapangan.
“ Ngomong apa?” tanyaku balik
“ Dia tuh nembak lo tau?!” balas Hepi penuh emosi
“ Nembak? Nggak ah...tadi cuman ngobrol aja kok!”
“ Ngobrol kok pake peluk peluk segala?” tanya Hepi sewot
“ Peluk yang mana?”
“ Tadi Lucky meluk pinggang lo?!”
“ Ooo itu mah bukan peluk atuh!! Banyak kok anak cowo lain yang kaya gitu juga ke cewe lain, dan mereka hanya sekedar temenan” jelasku panjang lebar
“Run...dia tuh suka sama lo!! Nyadar nggak sih? Lagiankan dia tuh perfect guy gitu lo!! Pinter, tinggi, badan atletis, cakep, tajir pula!!” timpal Nadia tiba-tiba
“ Nggak ah...dia nggak suka sama gua…Lagipula Hepikan yang suka sama Lucky? Udah, sikat aja Pi!!” ujarku menghindari arah pembicaraan yang tidak nyaman, “ Udah ya gua main lagi” ujarku bangkit meninggalkan mereka yang menatap curiga padaku

“ Halo...baru aja gua mau nelfon elo Fan” ujarku merespon telefon Taufan malam setelah bermain basket
“ Bisa dateng ke tempat biasa? Ada yang mau gua omongin sama lo…bisakan?” ujar Taufan pelan, terdengar nada sedih yang kental pada suaranya malam itu.
“ Sekarang Fan?” tanyaku ragu
“ Ya, gua tunggu lo disana ya? Bye..” Taufan menutup telefonnya, ada apa? Aku mulai cemas, memikirkan sesuatu yang tidak normal terjadi pada cowo yang sangat aku sayangi. Aku buru-buru pergi ke café tempat kami biasa ngobrol atau belajar, sampai-sampai aku lupa mengganti pakaian bahkan sandal bonekaku masih terpasang pada kakiku. Aku benar-benar khawatir ingin segera bertemu dengannya memastikan bahwa ia baik-baik saja.
“ Fan!!” panggilku sesampainya di café dan melihat dia sedang menungguku di kursi setengah lingkaran. Ia membalasnya dengan senyuman tipis. “ Kenapa Fan? Kok suara lo risau banget kedengarannya” ujarku sambil duduk di sebelahnya. Tiba-tiba ia memeluk tubuhku erat, menenggelamkan kepalanya di bahuku dan terdiam beberapa saat. Aku tahu ada sesuatu yang tak normal terjadi pada dirinya. Ah Taufan…terima kasih karena memberikan kesempatan ini, bahagianya hatiku menerima perlakuannya malam itu. Secara otomatis aku balas memeluknya, mengelus rambutnya yang wangi Pourry, mengelus punggungnya, apa saja asal bisa membuatnya merasa nyaman, aman dan tenang. Setelah beberapa saat, ia mulai melepaskan pelukkannya… Aku menatap matanya yang sedikit berkaca-kaca dan aku tiba-tiba ikut merasakan kesedihan hatinya.
“ Kenapa?” tanyaku pelan sambil memegang tangannya. Dia terdiam, menundukkan kepalanya…
“ Gua putus sama Echa” jawabnya pendek, lugas, jelas, padat. Mendengar ucapannya aku merasa waktu berhenti sejenak untuk memberikan aku kesempatan untuk tersenyum. Ya, aku tersenyum mendengar berita yang bagiku sangat bagus itu. Untung Taufan menundukkan kepalanya jadi tak melihatku menyunggingkan senyuman disaat ia sedih luar biasa. Aku memaklumi perilakunya ini karena ia sudah tiga tahun menjalin kasih dengan Echa dan setahuku ia memang sangat setia pada Echa, jadi berita putus dengan Echa merupakan berita yang sangat luar biasa.
“ Kok bisa?” tanyaku dalam nada yang normal, aku berusaha menyembunyikan kesenangan yang kumiliki saat ini.
“ Gua sendiri nggak ngerti” ia menaikkan kepalanya dan menatap mataku, ada gurat sedih terpancar pada sorot matanya, akan kulakukan apa saja untuk bisa menghilangkan sorot mata sedih itu.    “ Dia bilang kalau gua nggak sayang lagi sama dia, dan dia sudah nggak kuat sama gua yang nggak lagi setia sama dia. Padahal lo tau sendirikan kalo gua tuh sayang banget sama dia, dan sama siapa gua ngedua-in dia? Nggak ada-kan?” aku menganguk menjawab pertanyaannya, “Tadi setelah gua maen basket, gua nganterin dia pulang dan dalam perjalanan tiba-tiba dia mutusin gua…gua udah tanya sama dia kenapa dan berusaha untuk balik lagi, tapi dia tetep aja mutusin gua. Gua bener-bener bingung, padahal kita baik-baik aja dan nggak lagi marahan kok!” Taufan mencurahkan ceritanya padaku
“ Bener-bener nggak mau balik lagi?” tanyaku
“ Nggak…apa salah gua?..atau jangan-jangan dia yang nggak setia? Dan nuduh gua supaya bisa putus dan bebas pacaran sama cowo lain!!” ujarnya kacau dan bangkit sambil mengepalkan tangannya. Aku cepat-cepat menahannya, menariknya kembali duduk, aku tahu benar jika Taufan marah...apasaja akan dia pukul.
“ Tunggu!! Mau kemana Mas?” ujarku menenangkannya dan membuatnya kembali duduk di sebelahku. “ Kalaupun bener Echa pacaran sama cowo lain…lo mau ngapain? Mau mukul cowo barunya? Atau ngemis-ngemis ke dia buat balik?  Maaf ya kalau gua nggak bisa merasakan apa yang sedang lo rasakan sekarang. Tapi gua bisa ngerti keadaan lo sekarang, gua siap bantu lu…apa aja Fan…” ujarku menenangkannya, meremas jarinya lembut, “Come’on, life goes on honey, lo sekarang boleh down, silahkan…memang sulit, tapi lo harus bangkit, gua yakin lo bisa…forget her and pick somebody else to be your girlfriend…end of case” ujarku pelan dengan nada menghibur. Dia terdiam menunduk kembali…lama…mengangkat kepalanya kembali, menatapku tajam
“ Can you help me?” tanyanya
“ Name it…Everything I’ll do it for you” balasku manis sambil tersenyum. Lalu ia kembali memelukku dan mengucapkan terima kasih padaku. Aku sangat bahagia dalam pelukkannya yang hangat, membalas pelukkannya, mencium kepalanya dan menikmati malam yang indah ini.

*    *    *
“ Kenalin, ini adik gua, namanya Meidi” ujarku mengenalkan adikku pada Taufan
“ Saya Meidi, temennya teteh ya?” sapa adikku sopan
“ Ya, kelas berapa Di?” tanya Taufan
“ Kelas dua”
“ Beda setahun to…pantes nggak beda jauh”
“ Iya, permisi kebelakang ya” pamit adikku
“ Ya” balas Taufan tersenyum, “ Cantik juga ya? Sama kaya kakaknya” ujar Taufan kembali melihat buku Matematikanya
“ Yayaya, muji atau ngejek tuh?” candaku
“ Muji-lah…atau lo mau diejek nih?” tawarnya
“ No thanks…yang ini gimana caranya sih?” tanyaku yang lalu dibalas penjelasan panjang lebar darinya yang diberikan pelan-pelan sampai aku paham betul. Setelah hari itu kami sering belajar bersama di rumahku, suatu kebetulan yang menyenangkan, karena sambil belajar aku sekaligus menjalin hubungan yang lebih dekat dari sebelumnya. Sekarang makin santer saja gosip yang menyatakan aku sudah pacaran dengan Taufan, padahal sampai detik ini dia belum menyatakan perasaan sukanya padaku, padahal kami sudah sangat dekat dan memang seperti sepasang kekasih. Duduk di kelas bersama, istirahat sekolah bersama, pulang bersama sampai mengerjakan Pr bersama. Pokoknya kami selalu bersama…sampai malam itu
“ Hai…Sabtu malem gini nggak ngapel Mas?” sapaku menyambut kedatangannya di rumahku
“ Nah ini apa?” balas Taufan riang, malam itu ia mengenakan kaos biru pemberianku
“ Nah…gitu dong, cakep jadinya kalau make kaos dari gua!!” candaku sambil mengajaknya masuk dan duduk di sofa ruang tamu, “ Mau minum apa?” tawarku
“ Mmm kita beli makanan aja yuk? Kita ke supermarket di depan, sekalian jalan-jalan bentar” ajaknya bangkit sambil mengulurkan tangannya, jujur saja aku sangat tersanjung dengan perlakuannya yang sangat gentle ini.
“ Terserah lo deh…gua ambil jaket dulu ya?!” lantas aku beranjak cepat ke kamar dan mengambil jaket yang menggantung dibalik pintu. Sedikit berlari menuju ruang tamu dan menggandeng tangan Taufan menuju mobilnya.
“ Eh...supermarketnya kok tutup ya?” Taufan lantas berbelok menuju jalan keluar komplek dan menuju jalan raya
“ Trus kita mau kemana?” tanyaku bingung
“ Mmm kalau ke café biasa gimana?”
“ Sip!! Tapi, apa nggak rame hari Sabtu gini? Belon macet!”
“ Lewat tol…mudah-mudahan nggak rame, soalnya…” kata-kata Taufan terpotong karena tiba-tiba ia tersenyum sendiri
“ Kok senyam-senyum sendiri Mas? Soalnya kenapa?” tanyaku penasaran
“ Ada yang mau gua omongin ke lo, penting..” jawabannya itu membuat jantungku berdebar jauh lebih cepat dari normal. Penting? Apa mungkin malam ini Taufan hendak menyatakan perasaannya padaku? Jika iya, akhirnya…ia jadi milikku juga. Mudah-mudahan saja iya. Kali ini aku yang tersenyum sendiri.
“ Lho…kok sekarang jadi lo yang senyam-senyum?” tanya Taufan sambil memalingkan wajahnya padaku
“ Nyetir yang bener Say” aku mengingatkan sambil memalingkan kembali wajahnya dengan tanganku ke arah jalan. Sesampainya di café, betul saja, ternyata cafe sangat ramai dikunjungi orang malam itu, hal tersebut membuat Taufan sedikit cemberut lalu memutuskan untuk pergi lagi.
“ Kita mau kemana lagi?” tanyaku tak sabar ingin segera mendengar apa yang ingin Taufan bicarakan padaku, “ Mau ke Lembang?” tanyaku lagi karena Taufan melajukan mobilnya ke arah Setiabudi.
“ Iya…kita ngobrol sambil makan jagung bakar, asyik-kan?” jawabnya kalem. Sambil makan jagung bakar? Hmm good idea juga.

“ Akhirnya dapet juga tempat yang enak buat ngobrol” ujar Taufan sambil duduk disebelahku di jok belakang mobil, “ Mau makan disini aja? Atau mau di warung?” tawarnya
“ Disini aja…sambil dengerin radio…tuh jagungnya udah selesai tuh!!” aku beranjak keluar
“ Sama gua aja” dia menahanku untuk pergi, lalu ia beranjak keluar mengambil jagung pesanan kami, aku menatapnya lewat punggungnya yang tegap dan merasa saat ini hatiku sangat berbunga-bunga karena sebentar lagi akan terjadi moment penting yang selama ini sudah kutunggu-tunggu.
“ Nih…kayanya enak nih!” ujarnya lembut menyodorkan jagung pesananku
“ Nah…sekarang ngomong dong…mau ngomongin apaan sih? “ tanyaku penasaran, mendengar pertanyaanku Taufan lantas menaruh jagungnya ke piring dan mengenggam tanganku dan menatap mataku dalam. Spontan ini membuat hati tambah nggak karuan senang…
“ Gua mau nanya..tapi harus dijawab ya?”
“ Yap! Pasti gua jawab!”
“ Mmm boleh nggak gua jadi…” kalimatnya terhenti sebentar, teruskan Fan, teruskan, mau jadi apa? Pacar? Pasti Fan, pasti aku bersedia menjadi pacarmu…ayo utarakan kalimat yang sudah lama ku nanti itu…
“ Pacar adik lo?” sambung Taufan pelan. Aku lantas mengerutkan kedua alisku, merasa sedikit pusing
“ Apa? Pacar adik gua?” aku balik bertanya
“ Ya…boleh nggak gua pacaran sama adik lo?” tanya Taufan lagi dengan suara yang sangat antusias
Aku merasa dunia berputar disekelilingku sekarang…jadi…selama ini Taufan tidak suka aku? Tapi suka pada adikku? Oh tidak…sekarang aku merasa semuanya gelap dan aku….
“ Run? Run? Lo kenapa Run? Lo pingsan Run!!! Ya ampun?!!…” Taufan menahan tubuhku yang terkulai lemas dipelukkannya.


R 7 Juli 2004





Tidak ada komentar: